JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi II DPR RI, Chairuman Harahap, menganggap anggaran proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik pada 2012 senilai Rp 6 triliun cukup rasional.
Menurut Chairuman, anggaran tersebut ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Hal itu dikatakan Chairuman saat hadir memenuhi pemanggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (11/10/2016).
Chairuman akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
"Kan ada ahli-ahlinya, kalau memang segitu, ya harus kami laksanakan. Menurut ahlinya, ya itu rasional," ujar Chairuman di Gedung KPK Jakarta.
Menurut Chairuman, tidak ada persoalan saat Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR melakukan pembahasan terkait proyek pengadaan KTP elektronik.
Terlebih lagi, menurut Chairuman, KTP elektronik menjadi suatu kebutuhan menjelang pemilu 2014.
"Bahwa ada keharusan dibuatnya indentitas tunggal. Karena apa, karena pengalaman pemilu yang lalu, di mana daftar pemilih tidak valid, maka kami sangat perlukan itu," kata Chairuman.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
(Baca: KPK Tetapkan Mantan Dirjen Dukcapil sebagai Tersangka Kasus E-KTP)
Irman diduga menggelembungkan anggaran (mark up) saat menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil.
Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Sementara, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.