JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebagai tersangka.
Irman diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK tahun 2011-2012.
"Penyidik sudah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ir (Irman) sebagai tersangka," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Menurut Yuyuk, Irman diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Perbuatan dilakukan saat ia menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil. Irman disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Menurut Yuyuk, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Sementara, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.
Saat ini, Irman merupakan pejabat eselon I dan memiliki jabatan sebagai staf ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik.
Penetapan tersangka ini sebelumnya sudah diprediksi oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin mengaku diperiksa untuk dua orang tersangka. Padahal, saat itu KPK baru menetapkan satu tersangka. Tidak hanya itu, Nazaruddin menyatakan bahwa tersangka lainnya adalah dirjen.
"Ya PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), sama Dirjen," kata Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/9/2016).
(Baca juga: Kasus E-KTP, Nazaruddin Ungkap Kemungkinan Ada Dirjen Jadi Tersangka)