Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Waiting List" hingga 18 Tahun, Ini Perbandingan Kuota Haji Indonesia dengan Jumlah Pendaftarnya

Kompas.com - 22/09/2016, 19:11 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Subdit Pembinaan Umrah Kementerian Agama M Arfi Hatim mengakui, warga negara Indonesia butuh penantian yang panjang untuk bisa menunaikan ibadah haji.

Kuota haji Indonesia sangat terbatas, sedangkan jumlah pendaftarnya melebihi kuota.

Arfi mengatakan, Indonesia mendapatkan kuota 168.800 jemaah haji setiap tahunnya. Angka ini ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dengan perhitungan tertentu.

"Sementara itu, tahun ini hingga September 2016 sebanyak 3.091.982 calon jemaah haji yang sudah mendaftar," ujar Arfi dalam diskusi di Jakarta, Kamis (22/9/2016).

Arfi mengatakan, setiap harinya selalu ada calon jemaah haji yang mendaftar. Mereka harus menanti giliran hingga 18 tahun untuk bisa berangkat ke Tanah Suci.

Kuota untuk Indonesia dan negara lainnya saat ini berkurang karena adanya renovasi Masjidil Haram.

Sebelum renovasi, Indonesia mendapatkan kuota sebesar 211.000 orang.

"Kami harap tahun depan kembali ke kuota asal," kata Arfi.

Untuk memangkas daftar tunggu itu, Kementerian Agama melakukan sejumlah langkah agar setiap warga Indonesia terpenuhi haknya untuk beribadah haji.

Pertama, tiga tahun terakhir ada larangan talangan haji. Kemudian, pembatasan berhaji bagi WNI yang sudah pernah menunaikannya.

Ia memastikan, pada musim haji tahun ini, 99 persen jemaah yang berangkat belum pernah berhaji.

"Bagi masyarakat yang sudah haji, baru bisa daftar lagi 10 tahun kemudian. Ini solusi Kemenag untuk menekan waiting list," kata Arfi.

Minimnya kuota untuk Indonesia ini menjadi celah bagi oknum untuk melakukan kejahatan.

Hal itu seperti yang terjadi pada 177 calon jemaah haji yang sempat ditahan di Filipina karena memanfaatkan kuota haji di negara tersebut.

Mereka dibuatkan paspor Filipina dengan identitas palsu.

"Di Malaysia saja kuotanya cuma 23.000, waiting list-nya sampai 70 tahun. Yang tersisa Filipina, makanya dimanfaatkan oknum travel," kata Arfi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com