Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Didiskriminasi, Perempuan Eks Gafatar Mengadu ke Komnas Perempuan

Kompas.com - 16/09/2016, 23:43 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Satu pekan saya mengalami pendarahan sehingga alami, keguguran," itulah penuturan perempuan eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar), Surtami, saat menyambangi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Jalan Latuharhari, Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Suratmi bersama empat perempuan lainnya hendak mengadu ke Komnas Perempuan atas diskriminasi yang dirasakan. Setelah pengusiran anggota Gafatar dari Mempawah, Kalimantan Barat, pada awal Januari 2016 lalu, dirinya terpaksa mencari tempat hidup yang baru.

Suratmi mengaku, bersama keluarganya pernah tinggal di penampungan di kota Pontianak. Meskipun saat itu kondisinya sedang hamil, kata Suratmi, namun hanya sarden dan mie instan yang dapat dimakan selama tinggal di tempat ini.

Dirinya harus berjuang melewati perjalan yang penuh sesak di kapal laut lantaran semua anggota Gafatar akan dipulangkan ke kampungnya masing-masing. Perjalanan yang melelahkan itu harus dinikmati hingga akhirnya tiba di Jakarta.

(Baca: Kisah Suratmi, Warga Eks Gafatar yang Keguguran Saat Dipaksa Angkat Kaki dari Kalbar)

Di Jakarta, eks Gafatar diungsikan ke asrama Haji Pondok Gede. Di sinilah Suratmi merasa kondisi fisik dan kandungannya kian menurun, hingga akhirnya terjadi pendarahan dan keguguran. Saat itu sempat ada penanganan.

Surtami mengaku, sempat akan dibawa ke Rumah Sakit, namun tidak jadi lantaran akan segera dipindah ke Cimahi, Jawa Barat, bersama eks Gafatar lainnya. Di Cimahi pun tak ada perlakuan yang berbeda. Pelayanan dari pihak kementerian Sosial tak didapatkan.

Bahkan, setelah dirinya kembali tinggal di kampung halaman di Mekarjati, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, perlakuan diskriminatif tetap dialami. Kepala desa, kata Suratmi, tak mengizinkan keluarganya untuk tinggal di Mekarjati.

"Cukup saya saja yang mengalami, jangan sampai terulang. Kami dipulangkan ke Indramayu. Saya diberikan pilihan oleh kepala desa diberikan dana kontrakan asal keluar dari desa itu. Saya terima karena tak punya dana," tutur dia.

(Baca: Warga Eks Gafatar Tagih Janji Perlindungan ke Pemerintah)

"Banyak saudara kami yang mengalami, saya hanya mewakili. Ke depannya saya minta hak saudara kami bisa dikembalikan seperti semua anak kami. Tadinya kami dibilang aliran sesat, kami ingin seperti yang lain, kami warga negara yang baik," tambah Suratmi.

Hal serupa juga dialami Eri Idayana. Perempuan eks gafatar asal Subang ini pernah diusir setelah tinggal selama 27 hari di rumah kontrakan Cibogo, Subang.

"Kami diberikan kontrakan 1 bulan, baru 27 hari sudah diusir. Padahal kontrakannya tak layak, bocor, airnya kembali ke sumur. Tapi karena kondisi lemah, sudah diusir,  pindah lagi cari kontrakan," kata dia.

Di tempat yang baru, di desa berbeda yang letaknya tak jauh dari rumah kontrakan sebelumnya, kata Eri, penolakan warga juga sangat terasa.

"Kami tiga hari hingga tiga minggu mau didemo, alhamdulillah yang punya kontrakan membela karena sudah kontrak setahun. Kami cari murah dan biaya tak punya, karena tak layak anak saya sakit. Sempat dirawat karena gejala typus," kata dia. N

amun setelah enam bulan kemudian, kata Eri, pemilik kontrakan justru menjual rumah yang sedang ditempati ini kepada orang lain.

"Saya tanyakan, ini saya ngontrak kenapa dijual. Kalau dijual ya silakan, tapi tunggu kami keluar," kata dia.

Maka dari itu, lanjut Eri, bersama empat perempuan eks gafatar lainnya ini diharapkan ada bantuan guna menggugah pemerintah, khususnya di daerah, untuk bisa bersikap adil kepada eks Gafatar.

"Kami ini bawa hak sendiri, ingin punya hidup lebih baik. Ini program pemerintah untuk pulangkan kami, tapi kenapa kami ditelantarkan," kata dia.

Kompas TV Anak-anak Eks Gafatar Sakit Akibat Kelelahan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com