JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah melakukan penyelidikan atas laporan hasil analisis keuangan mencurigakan senilai Rp 3,6 triliun yang diserahkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Transaksi tersebut diduga terkait sindikat narkotika Ponny Tjandra dalam kurun waktu 2014-2015.
Hasil penyelidikan BNN ini berbeda dengan dugaan awal PPATK menduga bahwa transaksi 3,6 triliun itu dilakukan oleh sindikat Freddy Budiman.
"Sampai sekarang ini yang Rp 3,6 triliun itu belum ada keterkaitannya dengan sindikat yang lain termasuk sindikat Freddy Budiman," kata Arman dalam jumpa pers di Kantor BNN, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
(Baca: PPATK Sebut Ada Aliran Dana Mencurigakan dalam Jaringan Freddy Budiman)
Direktur Kerja Sama dan Humas PPATK Firman Santyabudi yang juga hadir dalam jumpa pers tersebut menambahkan, pihaknya masih terus menelusuri aliran dana Freddy Budiman yang diduga mengalir ke sejumlah oknum penegak hukum.
Namun, PPATK kesulitan karena setelah dilakukan pengecekan, sampai saat ini belum ditemukan ada rekening dengan nama Freddy Budiman.
"Sekarang kita aja masih cari ada enggak nama Freddy Budiman di rekening. Kalau enggak ada kan kita enggak bisa bilang aliran uang Freddy mengalir kemana," kata Direktur Kerjasama dan Humas PPATK Firman Santyabudi di Kantor BNN, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
(Baca: Transaksi Jaringan Freddy Amat Besar)
PPATK menduga Freddy menggunakan rekening jaringannya atau kerabat terdekatnya untuk melakukan transaksi.
Bahkan jaringan Freddy juga bisa jadi meminjam rekening masyarakat yang awam untuk melakukan transaksi dengan memberikan imbalan tertentu Dugaan bahwa uang hasil penjualan Narkoba Freddy mengalir ke aparat hukum diungkap oleh Koordinator Kontras Haris Azhar.
Haris mengaku pada 2012 laku Freddy bercerita bahwa ada oknum TNI, Polri, BNN hingga bea-cukai yang membantunya berbisnis narkoba dari balik jeruji besi. Namun, cerita Freddy itu baru diungkapkan Haris ke publik pada Juli 2016 lalu, menjelang Freddy dieksekusi mati.