JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu korban perdagangan orang asal Nusa Tenggara Timur berinisial A mengaku sempat mencurigai orang yang mengajaknya bekerja ke luar negeri.
Pasalnya, setelah dia mencari tahu, nama perusahaan tempat dia akan disalurkan tidak ada.
"Enggak tahu (ilegal), cuma anehnya enggak ada pabriknya, enggak ada PT-nya," ujar A saat ditemui di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Namun, saat itu A tidak dalam kondisi yang bebas. Ia bersama beberapa korban lainnya dikurung di dalam kamar hotel yang terus berpindah-pindah.
Saat pembuatan paspor, ia mengaku diajak oleh pelaku ke kantor imigrasi. Namun, ia tidak tahu perihal kelengkapan berkas imigrasi yang harus dipenuhi.
"Kami diarahkan. Lalu difoto," kata A.
Mereka belum juga diberangkatkan ke luar negeri hingga sepekan kemudian. Hingga tibalah hari keberangkatan.
Baru saja masuk pesawat, A beserta korban lain dan para pelaku diamankan oleh polisi. A mengaku pertama kali bertemu dengan pelaku saat berada di jalan.
Ia ditawarkan pekerjaan oleh pelaku dengan gaji yang lumayan menurut A. Kebetulan, kondisi ekonomi A tidak cukup untuk kebutihan sehari-hari.
"Diiming-imingi gaji besar, jadi kita mau. Karena kalau kerja di sini paling di toko, dibayar Rp 600 ribu," kata A.
Dalam jumpa pers di Mabes Polri, turut dihadirkan para pelaku dan korban perdagangan orang dari Nusa Tenggara Timur.
Para pelaku mengenakan seragam tahanan berwarna oranye. Sementara para korban duduk tertunduk dengan mengenakan masker di wajah.
Dalam pertemuan itu, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Franky Sompie mengatakan, pihak imigrasi masih melakukan pengecekan terhadap berkas korban perdagangan orang di NTT. Ronny mengatakan, saat wawancara permohonan oembuatan paspor, sebagian korban mengaku membuat paspor untuk kepentingan keluarga.
"Yang bersangkutan memberikan alasan untuk kebutuhan ketemu keluarga di Timor Leste. Sodara kita di NTT kan berdekatan dengan Timor Leste," kata Ronny.
Sementara itu, Direktur Pengamanan dan Pengawasan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nurwidianto mengatakan, TKI yang bekerja di luar negeri ada sekitar 6 juta orang.
Sebanyak 1,5 juta di antaranya dibawa ke luar tidak melalui jalur resmi. Mereka pun harus diberi pembekalan yang cukup.
"Setiap warga negara berhak dapat pekerjaan, namun wajib penuhi administrasi, paspor yang resmi, dibekali asuransi, dibekali kemampuan, dan dites kesehatannya," kata Nurwidianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.