Perombakan Kabinet Kerja pada 27 Juli 2016 ditengarai tidak hanya untuk mempercepat akselerasi kerja para menteri menyukseskan program-program pemerintah, tetapi juga untuk mengakomodasi aspirasi partai politik yang mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar hingga saat ini merupakan dua partai politik terakhir yang bergabung ke barisan pemerintahan Jokowi-Kalla.
Saat Pemilihan Presiden 2014, kedua parpol ini tergabung dalam koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang di parlemen bermetamorfosis menjadi Koalisi Merah Putih (KMP).
PAN mulai mendekati pemerintahan Jokowi-Kalla tatkala kepemimpinan partai itu berpindah dari Hatta Rajasa ke Zulkifli Hasan pada awal 2015.
Sementara Golkar pertama kali menyatakan mendukung pemerintah pada Januari 2016 dan kemudian makin ditegaskan setelah Setya Novanto menjadi ketua umum partai itu sejak Mei lalu.
Adagium "tidak ada makan siang gratis" tampaknya sangat sesuai untuk mengenali motif di balik perubahan posisi politik PAN dan Golkar. Ini sejalan dengan pembicaraan utama di dalam praktik politik, yaitu "siapa" mendapatkan "apa".
Hal itu terlihat dalam penunjukan politisi Golkar, Airlangga Hartarto, sebagai Menteri Perindustrian dan Wakil Ketua Umum PAN Asman Abnur menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) dalam perombakan kabinet pada 27 Juli lalu, yang merupakan perombakan kedua untuk Kabinet Kerja untuk Jokowi-Kalla.
Publik merespons positif keputusan Presiden merombak kabinet dengan menambah kekuatan politik baru dalam pemerintahannya.
Selain karena menjadi hak prerogatif Presiden, perombakan itu juga dibutuhkan untuk mempercepat kerja kabinet.
Mayoritas responden juga tidak keberatan dengan langkah Presiden memasukkan kader Golkar dan PAN dalam perombakan kabinet kali ini.
Namun, penerimaan responden terhadap langkah Jokowi ini tidak sepenuhnya diikuti dengan keyakinan bahwa kader kedua parpol ini akan loyal kepada Presiden hingga masa pemerintahan ini berakhir.
Manuver politik
Motif utama lahirnya parpol adalah untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam pengertian ini, kekuasaan digunakan sebagai alat untuk merealisasikan aspirasi rakyat.
Salah satu ruang kekuasaan itu adalah kursi di kabinet. Sudah menjadi fatsun politik bahwa parpol pendukung pemerintah akan mendapat jatah di kabinet sebagai imbalan atas dukungan mereka.
Seturut dengan peta dukungan politik pada Pilpres 2014, Jokowi-Kalla didukung oleh PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI dengan total pendukung pemilu legislatif sebesar 40,89 persen.