Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Massa Diminta Tak Besarkan Berita Penyanderaan WNI

Kompas.com - 12/07/2016, 05:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana meminta media massa di Tanah Air agar tidak membesar-besarkan berita terkait penyanderaan WNI oleh kelompok bersenjata yang berbasis di Filipina. 

Pemberitaan media, kata dia, bisa digunakan penyandera untuk menekan pemerintah. "Para penyandera bisa tahu apa saja yang dilakukan pemerintah melalui media. Caranya gampang, tinggal di-Google saja," ujar Hikmahanto di Jakarta, Senin (11/7/2016).

(Baca: Operasi Militer Gabungan di Filipina Jangan Sampai Bahayakan WNI)

Sejak Maret 2016, terjadi empat kali penculikan terhadap pelaut Indonesia di perairan perbatasan Indonesia-Filipina-Malaysia. Penculik selalu menuntut uang tebusan pada tiga penyanderaan pertama. Namun di penculikan terakhir, penyandera belum mengajukan tuntutan.

Dari tiga kali upaya pembebasan itu, pemerintah mengaku tidak mengeluarkan uang tebusan sepeserpun. Pembebasan, menurut pernyataan pemerintah saat itu, berkat koordinasi semua pihak.

Penculikan dan penyanderaan WNI keempat ini terjadi pada pukul 20.33 waktu setempat, Sabtu (9/7/2016). Penculik menyasar tiga WNI yang bekerja di atas kapal pukat tunda berbendera Malaysia, LLD113/5/F. Kapal itu disergap kelompok bersenjata di sekitar perairan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.

Kejadian itu baru dilaporkan pemilik kapal pada Minggu (10/7/2016). Ketiga WNI ABK yang disandera adalah warga Nusa Tenggara Timur.

(Baca: Panglima TNI: Biarkan Saja Filipina Mati Lampu)

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, telah menyatakan, penculikan dan penyanderaan kali ini tidak bisa ditoleransi dengan alasan apapun.

Hikmahanto yakin ada anggota kelompok bersenjata penyekap WNI yang mengerti bahasa Indonesia.

Sementara itu, pengamat terorisme dan intelijen, Wawan Purwanto, yakin pemerintah telah menggelar "operasi klandestine" begitu kabar penculikan dan penyanderaan keempat kali atas WNI ini terungkap. "Langkah pemerintah memang tidak perlu dibuka untuk publik," kata dia.

Sebelumnya, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016).

Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar. Lalu, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

Kompas TV 3 WNI Diculik di Perairan Sabah Malaysia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com