JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi sudah menduga adanya peristiwa bom bunuh diri di Markas Korps Polres Kota Surakarta, Selasa (5/7/2016) pagi.
Dugaan itu menguat setelah awal Juni 2016 lalu, Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap tiga orang terduga teroris di Surabaya.
Meski begitu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti belum dapat memastikan apakah pelaku bom bunuh diri merupakan bagian jaringan dari teroris di Surabaya atau bukan.
"Belum tentu. Bisa begitu (termasuk jaringan teroris Surabaya), bisa juga tidak begitu," ujar Badrodin kepada Kompas.com, Selasa pagi.
Badrodin enggan menduga-duga soal dari jaringan mana si pelaku. Polri masih fokus ke penyelidikan identitas pelaku sekaligus memperkuat keamanan terlebih dahulu.
"Setelah identitas diketahui, baru akan kami kembangkan ke jaringan-jaringannya," ujar Badrodin.
Untuk mencari identitas pelaku sendiri, Polri telah menerjunkan tim dari Kedokteran Kepolisian/Disaster Victim Identification (DVI), Labforcab Semarang dan Unit Identifikasi Polda Jateng.
"Akan banyak prosesnya yang diselidiki. Jadi sabar saja dulu," ujar Badrodin.
Tiga orang terduga teroris yang ditangkap di Surabaya diketahui masing-masing berinisial PHP, BRN, dan FN.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan bahwa pelaku menyasar tempat keramaian dan aparat keamanan.
"Ada indikasi mencoba mengganggu petugas keamanan yang sedang bertugas di hari raya. Rencana mereka akan melakukan aksi di bulan suci Ramadhan," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta, usai penangkapan jaringan teroris Surabaya, Kamis (9/6/2016).
Saat ditangkap, Densus 88 menyita barang bukti berupa tiga bom aktif berdaya ledak tinggi, dua pucuk senjata api laras panjang, senjata api laras pendek, cairan kimia, sangkur, dan ponsel.
Saat itu, polisi menduga masih ada lagi pelaku di kelompok mereka yang belum tertangkap sehingga masih dilakukan pengembangan.