Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendesak, Perlunya RUU Perlindungan Umat Beragama!

Kompas.com - 30/06/2016, 23:21 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, menilai maraknya pelanggaran HAM terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan terjadi karena Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang jelas yang mengatur hal tersebut.

Oleh sebab itu, Alissa mengusulkan agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang telah diinisiasi oleh Kementerian Agama.

"Saya rasa RUU PUB bisa menjadi solusi di mana hak beribadah dan berkeyakinan itu terlindungi," ujar Alissa saat ditemui usai menghadiri acara buka puasa bersama di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/6/2016).

Namun, Alissa menegaskan RUU tersebut harus mencakup aturan yang tegas dan berbasis konstitusi agar mampu meredam tingginya pelanggaran berbasis kebebasan beragama dan berkeyakinan.

(Baca: Komnas HAM: Aduan Kebebasan Beragama Meningkat Setiap Tahun)

Menurut dia, RUU itu harus mengatur tentang perizinan pendirian rumah ibadah dan hak seseorang untuk beribadah. Selain itu, RUU PUB akan membantu memperjelas, mana yang menjadi kewenangan daerah dan mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat terkait kebijakan

"RUU itu harus memberikan keleluasaan setiap warga negara untuk beribadah. Apabila itu jelas maka polisi punya pegangan yang jelas dalam bertindak apabila terjadi pelanggaran," kata Alissa.

Alissa juga menegaskan peran masyarakat sipil harus berjalan dalam mengingatkan kepada pemerintah bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan itu diatur dalam konstitusi.

"Aparat penegak hukum tidak boleh lari dari situ.harus berpedoman pada peraturan untuk menjaga keharmonisan," ucap dia.

Jawa Barat tertinggi

Sebelumnya, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM Jayadi Damanik mengatakan, selama bulan Januari-Mei 2016, Komnas HAM menerima 34 pengaduan dugaan pelanggaran HAM khususnya hak atas KBB. Sebaran tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat.

"Sebaran wilayah kejadian tertinggi Jawa Barat dengan enam pengaduan, disusul DKI Jakarta lima pengaduan, Aceh dan Belitung empat pengaduan, Sulawesi Utara tiga pengaduan. Selebihnya terdistribusi di berbagai wilayah," kata Jayadi.

Pihak yang paling banyak diadukan terkait dugaan pelanggaran HAM adalah pemerintah daerah dengan jumlah pengaduan sebanyak delapan belas.

(Baca: Komnas HAM Bakal Undang Tito untuk Bahas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan)

"Kemudian disusul oleh kelompok masyarakat enam pengaduan, organisasi lima pengaduan, selebihnya terdistribusi ke berbagai pihak," ujar Jayadi.

Dilihat dari jenisnya, pengaduan tertinggi terkait pelarangan pendirian rumah ibadah sebanyak 11 aduan; pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebanyak 8 aduan; pengrusakan rumah ibadah 2 aduan; lainnya penutupan dan penyegelan pondok pesantren, pelarangan aktivitas Syiah, dan sengketa kepengurusan masjid.

Jayadi mengatakan, ada peningkatan pengaduan sejak 2014 hingga 2016. Tahun 2014 jumlah pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM terkait hak KBB sebanyak 74 aduan, tahun 2015 ada 89 pengaduan, dan Januari-Mei 2016 telah terdapat 34 aduan.

"Kemungkinan akan terus meningkat hingga akhir tahun 2016 mendatang," ujar Jayadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Sempat Jadi Pengacara SYL, Febri Diansyah Dapat Uang Honor Rp 800 Juta

Nasional
Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Nasional
Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Nasional
Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Nasional
Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com