JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno menyatakan, pada intinya, PDI-P menyetujui pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty.
Namun, PDI-P memberikan dua catatan yakni terkait tarif dan posisi Tax Amnesty terhadap APBN-P 2016.
"Soal tarif, dalam hal repatriasi dana dari luar negeri ke Indonesia sebesar 2%, 3%, dan 5% untuk periode yang sudah ditetapkan. Yang kami enggak sepakat adalah tarif deklarasi dalam negeri karena disamakan dengan repatriasi, itu terlalu kecil," ujar Hendrawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Hendrawan menyatakan, PDI-P sejak awal mengusulkan tarif yang lebih mahal untuk deklarasi dalam negeri yaitu sebesar 10 hingga 15 persen.
"Ya harus dibedakan dong, dan harus lebih mahal. Deklarasi dalam negeri itu kan dilakukan oleh orang yang sudah lama tidak bayar pajak, padahal kekayaannya ada semua di dalam negeri, ya hukumannya jelas harus lebih berat," ujar anggota Komisi XI DPR itu.
Hendrawan menambahkan, PDI-P juga mengusulkan kepada pemerintah agar hasil dari tax amnesty tidak dimasukkan sebagai sumber pendapatan utama dalam APBN-P 2016.
"Sebab kalau dimasukkan ke dalam APBN-P 2016, kami khawatir ada problem fiskal, sebab pemerintah sendiri belum bisa memastikan siapa saja yang akan melakukan repatriasi dan deklarasi," ujar Hendrawan.
"Ya meskipun usulan kami nantinya tidak dipenuhi, setidaknya itu catatan yang kami berikan ke pemerintah. Tapi sejauh ini usulan kami supaya tidak menjadi sumber pendapatan utama sudah direspons pemerintah," lanjut dia.
Menurut Hendrawan, pemerintah tetap akan memasukkan hasil perolehan dari tax amnesty.
Pemerintah mengaku telah menyiapkan skenario lain jika target dari tax amnesty tak tercapai.
"Ya dengan pengakuan pemerintah yang sudah menyiapkan strategi lain jika target tax amnesty tidak tercapai, yakni dengan skenario lain. Kami belum tahu apa itu, tapi yang jelas itu kami hargai sebagai bentuk respons catatan dari kami," ujar Hendrawan.