Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dinilai Berhati-hati sebelum Tetapkan Tersangka Penerima Suap di Kejati DKI

Kompas.com - 26/06/2016, 19:03 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum menetapkan tersangka selaku penerima suap dalam kasus yang diduga melibatkan oknum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Dalam hal ini, KPK dinilai menunjukkan sikap hati-hati agar tidak salah menetapkan tersangka.

"Saya melihat ini faktor kehati-hatian, karena KPK punya standar yang tinggi. Selain itu, KPK sepertinya menghindari kemungkinan terjadi gesekan antar-penegak hukum," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho di Jakarta, Minggu (26/6/2016).

Menurut Emerson, bisa jadi KPK kekurangan bukti yang dapat langsung menjerat oknum di Kejati DKI. Dibandingkan memilih berspekulasi, menurut Emerson, akan lebih baik jika KPK menunggu fakta baru dalam persidangan bagi tersangka pemberi suap.

Menurut Emerson, bisa jadi jaksa penuntut KPK akan membuka bukti percakapan melalui sadapan kepada hakim. Dengan dibuka dan dilihat oleh publik, maka alasan untuk penetapan tersangka akan semakin kuat.

"Apalagi kalau bukti yang dibuka di persidangan itu diputuskan oleh hakim untuk ditindaklanjuti," kata Emerson.

Baca juga: Kepala Kejati DKI Diduga Terima Suap, Penyelidikan Kasus PT Brantas Terus Berjalan

Sebelumnya, Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Manajer Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno didakwa bersama-sama menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

Sudi dan Dandung menjanjikan Sudung dan Tomo uang sebesar Rp 2,5 miliar. Menurut jaksa KPK, janji pemberian uang tersebut agar Sudung dan Tomo menghentikan penyelidikan perkara dugaan korupsi pada penyimpangan penggunaan keuangan PT BA yang dilakukan oleh Sudi Wantoko.

Pada 15 Maret 2016, Sudung mengeluarkan surat perintah penyelidikan atas dugaan korupsi di PT BA, dengan nilai kerugian negara mencapai lebih dari Rp 7 miliar.

Baca juga: Diduga Terlibat Kasus Suap, Kepala Kejati DKI Akan Jadi Saksi Persidangan

Meski demikian, penyerahan uang tersebut belum terlaksana sampai tuntas. Saat perantara suap menuju kantor Kejati DKI untuk menyerahkan uang, petugas KPK segera menangkapnya dan menyita uang Rp 2 miliar sebagai barang bukti.

Hingga saat ini, KPK belum menetapkan Sudung sebagai tersangka penerima suap. Beberapa percakapan yang termuat dalam dakwaan tidak ada yang menjelaskan adanya permintaan uang dari Sudung.

Baca juga: Rp 500 Juta Disiapkan untuk Biaya Makan dan Main Golf Kepala Kejati DKI

Rencananya, KPK akan mengumpulkan fakta-fakta yang akan terungkap dalam persidangan bagi terdakwa Sudi dan Dandung. Jika ditemukan bukti yang cukup, tidak menutup kemungkinan Sudung dan Tomo juga akan ditetapkan sebagai tersangka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com