JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengimbau penyelenggara negara untuk tidak menerima tunjangan hari raya Idul Fitri di luar yang diberikan instansinya.
Permintaan atau penerimaan THR dari pihak lain yang bukan merupakan haknya berpotensi gratifikasi yang memiliki risiko sanksi pidana.
"KPK mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai THR, baik secara langsung ataupun tertulis kepada masyarakat atau perusahaan," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati melalui siaran pers, Sabtu (25/6/2016).
Yuyuk mengatakan, hal tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menjurus ke tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, dikhawatirkan menimbulkan benturan kepentingan dan juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara tersebut.
Selain itu, KPK juga meminta penyelenggara negara tidak menggunakan mobil dinas selama mudik.
"Terkait dengan penggunaan mobil dinas atau fasilitas lainnya untuk mudik, agar para pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi," kata Yuyuk.
Menurut Yuyuk, penyelenggara negara harus menjadi contoh yang baik di masyarakat.
Imbauan tersebut ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, pemimpin lembaga tinggi negara, pemimpin Komisi Negara, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, para menteri Kabinet Kerja, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, gubernur, bupati, walikota, Direksi BUMN/BUMD, serta pemimpin perusahaan dan asosiasi maupun himpunan perusahaan di Indonesia.
Yuyuk menambahkan, KPK berharap pimpinan masing-masing kementerian dan lembaga pun meneruskan imbauan ini ke jajaran di bawahnya.
"Bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi usaha, diharapkan komitmennya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu atau mengintruksikan untuk memberikan gratifikasi, suap, atau uang pelicin dalam bentuk apapun," kata Yuyuk.
Yuyuk meminta agar fungsi unit pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal dioptimalkan untuk memantau dan mendata laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya.
Laporan hasil kegiatan tersebut bisa segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut.
Yuyuk menekankan, ada ancaman hukuman bagi penyelenggara negara yang menerima gratifikasi, yakni ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda minimal Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Tahun lalu, KPK menerima hampir 200 laporan gratifikasi dari sejumlah instansi pemerintah dan BUMN dan BUMD.
Gratifikasi yang biasanya diberikan dalam bentuk parsel lebaran ini terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari uang, makanan, voucher belanja, pakaian hingga perangkat elektronik dengan nilai total lebih dari 165 juta rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.