JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii mengatakan, dalam memilih calon Kepala Polri ada faktor angkatan dan senioritas yang sebaiknya dijadikan pertimbangan oleh Presiden Joko Widodo.
Ia berpendapat, Komjen Budi Gunawan, yang pernah diajukan dan diuji kelayakan oleh DPR pada awal 2015 lalu merupakan calon yang paling potensial.
Menurut dia, jika calon yang diajukan Jokowi adalah nama lain selain Budi, maka akan ada lompatan angkatan yang sangat jauh.
"Harus lihat juga etika yang seharusnya terjadi. Senioritas harus diperhatikan," kata Syafii, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Hingga hari ini, DPR belum menerima nama-nama calon Kapolri dari Presiden. Namun, lanjut Syafii, DPR belum pernah membatalkan keputusan terkait uji kelayakan dan kepatutan terhadap Budi Gunawan.
"Dia kan kemarin tidak jadi Kapolri karena ditukar Jokowi. Kalo DPR sudah lolos. Tapi karena isu rekening gendut Jokowi menukarkan," kata dia.
"BG hanya bisa terhalang jadi Kapolri kalau Jokowi memperpanjang Badrodin Haiti," ujar Syafii.
Syafii mengatakan, wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri yang sempat muncul bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Pertama, kata Syafii, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa masa jabatan polisi yang boleh diperpanjang adalah yang memiliki keahlian khusus. Sementara, Kapolri bukan keahlian khusus melainkan jabatan.
"Keahlian khusus misalnya forensik. Saat kasus berjalan dia pensiun, bisa diperpanjang," kata Politisi Partai Gerindra itu
Wacana lainnya, yang menyarankan Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memperpanjang masa jabatan Badrodin juga tak bisa dilakukan karena tak ada keadaan kegentingan yang memaksa.
"Kalau soal Kapolri, hal ihwal kegentingan yang memaksa apa? Kok ujug-ujug mengeluarkan Perppu perpanjangan," ujar Syafii.