Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Poin-poin yang Disahkan dalam Revisi UU Pilkada

Kompas.com - 02/06/2016, 17:32 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah disepakati untuk disahkan menjadi UU. Meski masih ada sejumlah perdebatan di dalam pengesahan tersebut, namun sidang paripurna yang dilangsungkan, Kamis (2/6/2016) tetap mengesahkan revisi itu.

Menurut Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman, setidaknya ada 17 poin substansi penting di dalam pembahasan revisi UU Pilkada.

"Melalui perdebatan yang panjang, pada akhirnya seluruh substansi dari RUU Pilkada ini dapat diselesaikan Komisi II dan pemerintah melalui musyawarah mufakat," kata Rambe saat sidang paripurna.

Jadwal pilkada

Poin pertama yaitu terkait waktu penyelenggaraan Pilkada serentak. Komisi II dan pemerintah sepakat bahwa pemungutan suara lanjutan hasil Pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada Bulan Desember tahun 2020.

Sementara pilkada hasil Pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022. Hasil Pemilihan tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.

"Hal ini dilakukan sampai mencapai keserentakan nasional pada tahun 2024," kata Rambe.

Sebelumnya, jadwal pelaksanaan pilkada serentak secara nasional yang disepakati yaitu tahun 2027. Dengan adanya perubahan tahun, maka terdapat sejumlah penyesuaian pengangkatan penjabat kepala daerah.

Untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 akan diangkat penjabat kepala daerah hingga pelaksanaan pemilihan serentak pada 2024.

Sementara itu, terkait meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon dibuat norma tata cara pengajuan calon pengganti baik untuk pasangan calon perseorangan maupun pasangan calon dari partai politik.

Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan.

"Terkait peningkatan verifikasi kualitas calon perseorangan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon," ujar dia.

Sanksi politik uang

Komisi II dan Pemerintah juga sepakat jika ada upaya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih dan terpenuhi unsur-unsur memberikan uang atau materi lainnya maka akan dikenai pidana penjara dan atau pidana denda.

Sementara, jika calon yang melakukan tindak pidana tersebut, maka akan dikenakan sanksi berupa pembatalan sebagai calon.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com