Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IX: Cegah Rita Dieksekusi Mati, Indonesia Bisa Minta Kemurahan Hati Malaysia

Kompas.com - 01/06/2016, 13:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengapresiasi langkah pemerintah yang terus melakukan pendampingan hukum hingga mengajukan banding atas vonis mati yang dijatuhkan pengadilan Penang, Malaysia terhadap, Tenaga Kerja Indonesia asal Ponorogo Rita Krisdianti.

Namun, ia menilai, pemerintah Indonesia tidak bisa hanya sekedar memberikan bantuan hukum. Indonesia juga harus mencoba jalur lain, yakni melalui diplomasi antarkedua negara.

"Komisi IX mendesak pemerintah untuk melakukan diplomasi day by day, minute by minute, untuk saudari kita, Rita. Paling tidak Rita bisa lepas dari hukuman matinya," kata Dede di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/5/2016).

"Indonesia bisa meminta kemurahan hati dari kepala negara masing-masing untuk mencegah hukuman mati," tambah Dede.

(Baca: TKI Divonis Mati di Malaysia, Jokowi Diminta Turun Tangan)

Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, di negara manapun juga, kasus narkoba memang cenderung mendapatkan hukumn yang berat.

Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri harus menjadi ujung tombak dalam menjalin hubungan diplomasi ini. Kemenlu harus secara rutin melakukan komunikasi yang baik dan intensif.

"Karena pada akhirnya pemaafan itu diberikan hanya oleh pimpinan tertinggi, seperti Presiden, Perdana Menteri, maupun Raja. Kita tidak bisa hanya memberikan pendampingan hukum. Jika sudah tertangkap seperti ini berat," ucap Dede.

(Baca: Sikapi TKI yang Terjerat Kasus Hukum, Pemerintah Diminta Tak Seperti Pemadam Kebakaran)

Hakim Pengadilan Malaysia di Penang memutus vonis hukuman mati terhadap Rita Krisdianti, Senin (30/5) pagi. Rita ditangkap pada Juli 2013 lalu lantaran membawa narkotika jenis sabu seberat 4 kilogram.

Awalnya, Rita hanyalah seorang TKI yang diberangkatkan ke Hong Kong pada Januari 2013. Setelah tujuh bulan tinggal di sana, Rita tidak mendapatkan kejelasan mengenai pekerjaan.

Hingga akhirnya, ia memutuskan ingin pulang ke kampung halamannya di Jawa Timur. Tidak lama kemudian, seorang teman Rita yang berada di Makau menawarinya berbisnis kain. Temannya itu diketahui berinisial ES.

Rita kemudian diberi tiket pesawat untuk pulang ke kampung. Tiket yang diterimanya itu merupakan tiket transit ke New Delhi, India, dan Penang, Malaysia.

(baca: Bebaskan Rita dari Hukuman Mati, Menlu Akan Ajukan Banding)

Di New Delhi, Rita dititipkan sebuah koper oleh seseorang. Orang tersebut juga melarang Rita untuk membukanya.

Orang tersebut mengatakan bahwa isi koper itu adalah pakaian yang nantinya dijual Rita di kampung halaman.

Namun, setibanya di Bandara Penang, Malaysia, pihak kepolisian menangkap Rita karena menemukan narkoba jenis sabu seberat 4 kilogram di dalam koper yang dibawa Rita.

Kompas TV TKI Terancam Dihukum Gantung di Malaysia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com