Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Puasa Kita Sia-Sia

Kompas.com - 31/05/2016, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata
Hal pertama yang diajarkan puasa adalah tepat waktu. Subuh-subuh kita bangun, untuk sahur. Kita makan. Begitu tiba waktu azan subuh, kita berhenti makan.
 
Tidak ada dari kita yang masih asyik makan saat azan subuh sudah berkumandang, dengan alasan, ”Santai aja, kan belum lima menit.” Bahkan, kita sudah antisipasi agar tidak kebablasan. Sepuluh menit sebelumnya kita sudah berhenti makan, saat imsak.
 
Pagi harinya kita pergi kerja. Terlambat lima menit, biasa saja. Lalu kita mengadakan rapat. Terlambat 10 menit pun biasa. Tenggat waktu pekerjaan kita, terlambat dua hari, kita masih minta tambahan waktu.
 
Kita hanya disiplin soal waktu dalam satu hal: makan.
 
Puasa itu menahan nafsu, bukan? Yang paling utama adalah nafsu makan. Tapi, benarkah kita tahan nafsu makan kita? Iya, tapi hanya siang hari.
 
Coba lihat saat berbuka, ada berapa jenis makanan terhidang di meja? Sepertinya semua jenis makanan yang kita impikan selama siang hari hadir di situ.
 
Coba tanya praktisi perdagangan, apa yang terjadi menjelang bulan puasa? Harga-harga naik. Kenapa? Karena permintaan naik. Lhoooo, bukankah kita seharusnya menahan diri? Kenapa justru permintaan naik?
 
Puasa bagi kita hanyalah rem sementara. Begitu tiba waktu melepas rem, kita injak gas sedalam-dalamnya. Puncaknya nanti saat Lebaran. Pengeluaran kita berlipat-lipat dari biasa. Tak jarang kita memaksakan diri untuk membeli, sampai berutang segala.
 
Saya mendengar cerita dari sales mobil. Permintaan mobil meningkat selama puasa, puncaknya menjelang Lebaran. Nanti setelah Lebaran akan terjadi tumpukan kredit macet. Mobil-mobil yang dibeli ditarik karena pembelinya tidak mampu membayar angsuran.
 
We buy things we don’t need, using money we don’t have, to impress people who don’t care.”
 
Puasa itu katanya latihan sabar. Kita sabar menunggu waktu berbuka. Sabar untuk tidak marah, walau sering kebablasan juga. Seharusnya kita juga sabar antre menunggu giliran, bukan?
 
Cobalah lihat jalan raya kita selepas ashar hingga menjelang maghrib. Orang-orang seperti sedang berlomba pulang ke rumah. Saling salip, saling serobot, dan saling pepet. Lho, sabarnya di mana? Di mulut belaka.
 
Puasa itu seharusnya membuat kita tunduk, merendahkan diri di hadapan Tuhan dan manusia. Puasa itu persembahan untuk Tuhan.
 
Sebenarnya tak ada yang tahu kita puasa atau tidak. Kita bisa saja diam-diam minum seteguk air, tanpa ada orang lain yang tahu, bukan? Jadi puasa itu sebenarnya adalah rahasia kita yang paling pribadi.
 
Tapi apa yang kita lakukan dengan puasa? Kita umumkan. Kita minta agar orang lain menghormati kita. Kita ini sedang melakukan ibadah mulia, maka seluruh kota harus berkhidmat untuk kita.
 
Tutup semua tempat hiburan! Konon itu mengganggu ibadah kita. Tergoda ingin ke sana? Tutup semua kedai makan! Takut kebablasan mampir siang-siang?
 
Puasa akhirnya hanyalah ritual hura-hura yang berulang tiap tahun, tanpa meninggalkan bekas kebaikan di wajah kita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com