JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual diyakini tidak akan berbenturan dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang kini tengah dibahas Badan Legislai DPR .
Perppu yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi itu terbatas untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Perppu itu mengubah dan menambah sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Sementara kalau Rancangan Undang-Undang PKS itu lex generalis, berlaku secara umum," kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2014).
Oleh karena itu, lanjut Supratman, Baleg DPR tetap akan merumuskan RUU PKS meski perppu kebiri nantinya juga disetujui DPR dan disahkan menjadi Undang-Undang.
"Korban kekerasan seksual dari tahun ke tahun meningkat, 50 persen anak, 50 persen korban dewasa. Ini perlu dibangun semua," kata dia.
Penerbitan perppu kebiri diumumkan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5/2016) kemarin.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Perppu segera dikirimkan ke DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.