Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Mahfud MD, Anggota Dewan Cukup Cuti jika Maju Pilkada

Kompas.com - 25/05/2016, 15:44 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD setuju jika anggota Dewan yang ingin ikut menjadi kepala daerah tidak perlu berhenti dari jabatannya. Menurut dia, mereka cukup mengajukan cuti.

"Kalau pandangan etis, orang yang sudah diangkat lima tahun itu, kalau mau berkarier di tengah, mestinya cuti saja. Tapi ini etis tidak mengikat, pandangan saya pribadi pandangan etis saja," ujar kantor MMD Initiative, Matraman Dalam, Jakarta Pusat. Rabu (25/5/2016)

Namun, jika ditinjau dari sudut hukum, ia enggan berkomentar lebih banyak. Menurut Mahfud, sifat dari undang-undang tersebut adalah legal policy.

Artinya, pembuat UU, yakni DPR dan presiden memiliki kesempatan terbuka mengatur norma di dalamnya. (baca: Anggota DPR Hanya Mau Enak, Bersedia Mundur kalau Menang Pilkada)

"Biar dibicarakan DPR saja. Itu open legal policy, terserah DPR dengan pemerintah, kalau yuridisnya," tutur Mahfud.

Sejumlah Fraksi di DPR mengusulkan agar anggota DPR, DPD dan DPRD yang menjadi calon kepala daerah tidak perlu mundur dari jabatannya. Anggota yang ingin maju diminta cukup mengajukan cuti.

(baca: Sejumlah Fraksi Minta Anggota DPR yang Ikut Pilkada Tak Perlu Mundur)

Usulan ini mengemuka dalam rapat Komisi II DPR dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/4/2016).

Sejak putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015, anggota DPR, DPD dan DPRD harus mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai pasangan calon.

MK mewajibkan anggota Dewan yang telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah untuk mundur dari jabatannya.

(baca: Pasca-putusan MK, Anggota Dewan Tak Bisa Coba-coba Ikut Pilkada)

Hal itu bertujuan untuk memberikan rasa keadilan bagi pemangku jabatan di instansi pemerintah lainnya yang diwajibkan untuk melakukan hal yang sama.

MK berpandangan bahwa Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut bersifat diskriminatif, menunjukkan adanya pembedaan syarat yang merugikan hak konstitusional warga negara.

Bunyi pasal tersebut adalah, "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota DPR, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota DPD, atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota DPRD."

MK menilai bahwa kewajiban mengundurkan diri dari jabatan saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah, seperti yang dikenakan pada pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, serta pejabat dan pegawai BUMN/BUMD, juga seharusnya berlaku bagi legislator yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Kompas TV Pembahasan RUU Pilkada Dilakukan Tertutup

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com