Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres dan Pileg Serentak, Solusi "Bantu" Presiden di Parlemen

Kompas.com - 22/05/2016, 14:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dukungan partai yang minoritas di parlemen untuk presiden sudah menjadi semacam "tren" dalam tiga kali pemilu terakhir sejak tahun 2004.

Hal tersebut mengganggu efektivitas presiden dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya dalam membuat kebijakan yang membutuhkan persetujuan DPR.

Direktur Eksekutif Sindikat Pemilu dan Demokrasi Agust Mellaz mengatakan, presiden tidak hanya membutuhkan legitimasi pemilih yang besar, tapi juga dukungan mayoritas di parlemen.

"Jokowi hanya didukung 36 persen di DPR. Makanya belum ada rancangan undang-undang yang diajukan Jokowi karena dia hanya punya kursi 36 persen," ujar Agust dalam diksusi di Jakarta, Minggu (22/5/2016).

August mengatakan, untuk mencegah sistem parlementarisasi presidensialisme itu, maka Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif serentak menjadi salah satu solusi yang baik.

Dengan demikian, presiden terpilih mendapat dukungan dari partai yang mendominasi di DPR.

"Kalaupun tidak serentak, dapilnya harus dengan sistem opovov (kesetaraan nilai suara pemilih) untuk alokasi kursinya. Harus berdasarkan satu orang, satu suara agar presiden terpilih nanti dukungan di parlemen signifikan," kata August.

Bagaimanapun, Presiden membutuhkan dukungan dari mayoritas dari DPR untuk membuat kebijakan.

Jika tidak, Presiden akan terus menerus mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang tidak harus disetujui oleh DPR.

Pada Pemilu 2004 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi Presiden. Namun, partainya hanya mendapatkan sembilan persen kursi di parlemen.

Sementara dalam pilpres 2014, Jokowi menang dengan dukungan dari PDI Perjuangan. Namun, dukungan koalisi  di parlemen hanya sekitar 208 kursi, yang terdiri dari PDIP (109), PKB (47) Nasdem (36), dan Hanura (16).

Sementara pihak oposisi, yaitu Koalisi Merah Putih jumlahnya lebih mendominasi parlemen dengan 291 kursi, yakni Golkar (91), Gerindra (73), PAN (48), PKS (40), dan PPP (39).

Di tengah-tengah, ada Partai Demokrat dengan perolehan 61 kursi yang berdiri di posisi netral.

Belakangan, peta koalisi berubah. Satu persatu partai dari KMP masuk ke koalisi pemerintah.

Dengan demikian, dukungan terhadap Pemerintah menjadi 386 kursi dari 560 kursi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com