JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Bantuan Hukum Maluku Utara membenarkan bahwa pihak Kepolisian Resor Ternate telah membebaskan Adlun Fiqri dan Yunus Sawai, mahasiswa sekaligus aktivis literasi yang ditangkap dengan tuduhan memiliki atribut berlambang palu-arit dan menyebarkan paham komunisme.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maluku Utara, Maharani Caroline, mengatakan bahwa dirinya telah mengajukan surat penangguhan penahanan ke Polres Ternate setelah Adlun dan Yunus ditetapkan menjadi tersangka.
Keduanya menolak ditetapkan sebagai tersangka dan menolak menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP).
(Baca: Presiden Minta Aparat Tidak Kebablasan Tindak Simbol PKI)
"Mereka berdua dibebaskan pada hari Jumat (13/5/2016) sekitar pukul 19.00 WIT," ujar Maharani saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/5/2016).
Maharani mengatakan, LBH Maluku Utara mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan, mereka berdua masih berstatus mahasiswa dan sedang menjalani tahap akhir masa studi.
Dia berharap, kepolisian mengeluarkan surat penghentian penanganan perkara (SP3) atas kasus yang menimpa Adlun dan Yunus. (Baca: Pakar: Kajian Ilmiah soal Komunisme Tak Bisa Dipidana)
Maharani menilai, ada keanehan dalam proses penangkapan dan tidak sesuai dasar hukum terkait tuduhan yang dialamatkan kepada Adlun dan Yunus.
Adlun dan Yunus ditangkap oleh petugas Markas Kodim 1501 Ternate, Selasa (10/5/2016) malam, dengan alasan menyimpan dan memiliki atribut kaus yang bergambar mirip palu-arit sebagai lambang Partai Komunis Indonesia dan buku-buku yang membahas tentang komunisme.
Selain itu, Adlun juga dituduh menyebarkan paham komunisme. (Baca: Kapolri Perintahkan Buku-buku soal PKI di Toko Buku dan Kampus Tak Disita)
Caroline mengatakan, tidak ada dasar hukum untuk melarang seseorang membaca, memiliki, dan menyimpan buku-buku ideologi komunisme.
Menurut Caroline, memakai kaus berkarikatur palu-arit dan memiliki buku-buku berpaham komunisme merupakan salah satu bentuk kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi.
Lagi pula, kata Maharani, mempelajari atau mengakses informasi apa pun, walaupun tentang ideologi komunisme, adalah sah secara hukum.
(Baca: Kontras Nilai Operasi Anti-komunisme Bergaya Orde Baru)
"Buku itu kan tidak terlarang. Kaus itu juga hanya karikatur dari palu-arit. Saya menilai, polisi dan Kodim bertindak terlalu berlebihan. Saya berharap, polisi segera menerbitkan SP3," kata Maharani.
Selain itu, Maharani juga meyakini, Adlun dan Yunus tidak terbukti menyebarkan atau menganut paham komunisme.
Menurut penuturan Maharani, Adlun Fiqri merupakan mahasiswa yang aktif di organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sementara itu, Yunus Sawai merupakan pegiat pendidikan di komunitas Literasi Jalanan.