JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah anggaran selalu menjadi masalah klasik bagi seluruh lembaga negara di Indonesia. Ini pun dialami Kejaksaan Agung yang juga bertugas untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
Hal itu dikeluhkan oleh Koordinator Satu Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung Pathor Rahman dalam seminar dan lokakarya yang digelar oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Menurut Pathor, dana yang diperoleh Kejaksaan Agung khususnya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) sangatlah minim.
Dalam satu tahun, Korps Adhyaksa hanya menerima dana sejumlah Rp 200 juta. Jumlah itu dengan peruntukan Rp 25 juta untuk tahap penyelidikan, Rp 50 juta untuk penyidikan, Rp 100 juta untuk penuntutan, dan Rp 25 juta untuk eksekusi.
"Coba bayangkan, dengan besaran dana tersebut tentunya sulit karena kami juga memiliki perwakilan hingga daerah," ujar Pathor.
Besaran dana tersebut berbanding terbalik dengan yang diterima KPK. Dalam setahun, KPK mengantongi dana sejumlah Rp 50 miliar.
Peruntukan dana itu adalah Rp 11 miliar untuk penyelidikan, Rp 12 miliar untuk penyidikan, Rp 14 miliar untuk penuntutan, dan Rp 13 miliar untuk eksekusi.
Meski demikian Pathor mengaku, pemberantasan korupsi tetap menjadi agenda prioritas bagi Kejaksaan Agung. Karena itu, meski mendapat porsi anggaran yang kurang, pihaknya tetap berupaya mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki.
"Mau tidak mau kami harus efisien dalam bekerja, saya rasa skala prioritas harus digunakan supaya kinerja kejaksaan dalam menangani kasus korupsi benar-benar optimal," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.