JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Hadar Nafis Gumay berpendapat, petahana yang akan maju Pilkada di daerah yang sama tak perlu mundur dari jabatannya.
Menurut Hadar, aturan tersebut lebih cocok diterapkan kepada petahana yang mencalonkan diri di daerah lain.
Hadar mengatakan, jika mencalonkan di daerah lain, maka seorang kepala daerah kemungkinan melalaikan tugasnya di daerah yang ia pimpin. Petahana tersebut akan disibukkan dengan urusan pilkada di daerah tempat ia mencalonkan.
"Nanti akan ada komplikasi, siapa yang akan memimpin. Kemarin bukannya dikeluhkan terus ada Plt (pelaksana tugas)," kata Hadar di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (26/4/2016), menyikapi revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilgub, Bupati, dan Wali Kota.
Hadar menambahkan, yang perlu dilakukan adalah pengaturan bagi petahana yang maju di daerah yang sama agar tidak memanfaatkan jabatan.
"Oke dibatasi, misalnya sudah pasti kampanye tidak, lalu tidak boleh menggunakan fasilitas-fasilitasnya jauh-jauh hari. Tidak membuat iklan-iklan yang dibiayai APBN dan ABPD, dan lainnya," tutur Hadar.
Meski demikian, kata Hadar, pihaknya siap dengan apapun keputusan DPR dan pemerintah nantinya.
"Tapi sebagai penyelenggara negara kami ikut kalau memang itu diubah," kata dia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya meminta tidak hanya PNS, TNI, Polri, dan DPR/DPRD yang mesti mundur dari jabatannya apabila ditetapkan sebagai calon kepala daerah.
Aturan main itu juga mesti berlaku bagi calon kepala daerah petahana.
"DPR, DPRD, dan lain-lainnya harus berhenti, ya saya kira petahana juga harus berhenti," ujar Tjahjo saat ditemui di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2016).
Selama ini, calon kepala daerah yang akan maju sebagai petahana hanya diperbolehkan mengambil cuti kampanye. Menurut Tjahjo, hal itu tidak adil.
(Baca: Pencalonan Anggota Aktif TNI/Polri dalam Pilkada Akan Ganggu Kestabilan Politik)
Lagi pula, aturan calon kepala daerah petahana hanya diperbolehkan untuk mengambil cuti kampanye rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh sebab itu, pemerintah mendorong agar aturan itu turut dibahas dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilgub, Bupati, dan Wali Kota.
(Baca: Tiga Hal yang Jadi Sorotan dalam Revisi UU Pilkada)
"Nanti akan kami bahas dengan pimpinan di DPR. Kami juga akan mengundang Menteri Hukum dan HAM (Yasonna Laoly) untuk sama-sama kita carikan jalan keluar yang terbaik," ujar Tjahjo.