Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YPKP 1965 Siap Serahkan Data Valid tentang Kuburan Massal Korban 1965 ke Jokowi

Kompas.com - 26/04/2016, 11:01 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung menyambut baik tawaran pemerintah untuk menunjukkan data-data mengenai kuburan massal korban tragedi 1965.

Menurut penuturan Bejo, YPKP 1965 siap untuk menyerahkan data-data valid mengenai keberadaan kuburan massal yang telah dikumpulkan dari seluruh daerah di Indonesia.

"Saya menyambut baik tawaran pemerintah untuk menunjukkan data-data mengenai kuburan massal korban tragedi 1965," ujar Bejo saat dihubungi, Selasa (26/4/2016).

Lebih lanjut, Bejo menjelaskan, sejak tahun 2000-an, YPKP 1965 telah melakukan serangkaian investigasi guna mengungkap dan mendokumentasikan lokasi eksekusi tahanan politik pada tahun 1965.

Dengan bantuan dari anggota cabang YPKP 1965 yang ada di daerah, Bejo bersama timnya melakukan penelitian lapangan, wawancara mendalam kepada warga masyarakat sekitar lokasi, bahkan sempat melakukan penggalian.

Hingga saat ini, kata Bejo, YPKP 1965 masih menyimpan dengan rapi hasil penelitian tersebut. Penelitian itu bisa digunakan apabila pemerintah memerlukannya.

Rencananya, data-data mengenai kuburan massal tersebut akan ia serahkan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

"Besok saya akan berkoordinasi dengan seluruh teman-teman cabang YPKP 65 di daerah, kemudian akan menyerahkan data tersebut kepada Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan," ucapnya.

Selain itu, Bejo mengatakan siap membantu apabila pemerintah mau menyaksikan secara langsung keberadaan kuburan massal.

"YPKP siap untuk menunjukkannya. Bahkan, kami senang kalau pemerintah mau menggalinya," ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan negara akan meminta maaf terkait kasus tragedi 1965.

Luhut menjelaskan, peluang negara meminta maaf akan selalu terbuka apabila ada pengungkapan fakta-fakta yang menyebutkan terjadinya pembunuhan massal pasca-peristiwa G 30 S 1965, misalnya dengan menunjukkan data-data mengenai kuburan massal yang ada di seluruh Indonesia.

(Baca: Jokowi Perintahkan Luhut Cari Kuburan Massal Korban 1965)

"Jangan salah persepsi. Kami sedang mencari fakta dari Simposium Nasional kemarin. Tidak benar bahwa kami tidak mungkin minta maaf," kata Luhut, kemarin.

"Negara akan minta maaf kalau ada kuburan massal yang bisa diidentifikasi dengan jelas," ujarnya. (Baca: Luhut: Negara Akan Minta Maaf jika Kuburan Massal Korban 1965 Bisa Diidentifikasi)

Lebih lanjut, ia menjelaskan, hingga saat ini, pemerintah belum menerima data-data maupun bukti sah yang bisa menunjukkan adanya peristiwa pembunuhan massal.

Data yang ada hanya menunjukkan fakta mengenai peristiwa pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat. Oleh karena itu, kata Luhut, pemerintah tidak tahu harus meminta maaf kepada siapa.

"Sampai hari ini tidak ada data mengenai kuburan massal. Kepada siapa pemerintah akan minta maaf? Yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh. Itu sudah jelas. Yang lain kan belum ada," kata Luhut.

Kompas TV Pemerintah Akan Selesaikan Kasus HAM 1965
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com