JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian menyebut, ada kecemburuan antara milisi kelompok Santoso dan Santoso sendiri.
Hal itu memecah belah mereka. Kecemburuan yang dimaksud terkait dengan kebijakan Santoso melarang anak buahnya untuk turut membawa istri.
Sementara itu, Santoso membawa istri dan anak selama bersembunyi di pegunungan Poso. (Baca: Polri: Muncul Perpecahan dalam Kelompok Santoso)
"Santoso membawa istri, yang lainnya enggak boleh bawa istrinya. Otomatis kecemburuan terjadi," ujar Tito ketika ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Selain itu, Santoso memerintahkan anak buah untuk menjaga anak istrinya selama berada di hutan. Hal itu dianggap tidak adil.
Tito melanjutkan, anak buah Santoso juga sudah mulai tidak memercayai pimpinannya itu. Sebab, dalam beberapa kali kesempatan berdiskusi soal agama, Santoso tampak tidak menguasai betul ideologi kelompoknya sendiri.
"Mereka pun melihat Santoso lama-lama tidak kredibel sebagai leader, apalagi dia ini enggak ngerti banyak soal agama. Ini menimbulkan friksi sendiri di kalangan mereka," kata Tito.
Informasi terbaru, jumlah kelompok Santoso yang tersisa dari yang semula berjumlah 41 orang kini tinggal 27 orang. Mereka membentuk grup-grup kecil dan disebar.
Adapun Santoso, menurut Tito, berada di grup yang berisi tujuh orang saja. Dua di antaranya adalah perempuan. (Baca: Tito: Kelompok Santoso Semakin Lemah, Mental Jatuh)
Tito meyakini, kondisi itu sangat menguntungkan aparat. Tito optimistis, aparat gabungan dari Operasi Tinombala mampu menumpas Santoso dkk.
"Tentu tidak bisa tahu waktunya. Sama seperti kami menangkap Azahari dan lain-lain, kontribusi aparat itu hanya 25 persen. Yang 75 persennya ketentuan takdir Tuhan. Makanya, kita berdoa saja," ujar Tito.