AMBON, KOMPAS.com -Maluku akan segera menjadi laboratorium kerukunan beragama di Indonesia. Realisasi rencana ini dilakukan dengan membangunan perkampungan multi-etnis dan multi-religius pada 2018.
“Kami memiliki sekitar 117 dialek bahasa, 100 suku, dan (kami) hidup dalam masyarakat yang multi-agama dan relijius. Dengan modal (beragamnya) kebudayaan, kami bertekad mengembangkan Maluku sebagai laboratorium kerukunan beragama di Indonesia,” ungkap Gubernur Maluku Said Assegaf, di Kota Ambon, Maluku, Senin (11/4/2016).
Berbicara dalam Konferensi Nasional Ikatan Pendidikan Pekerjaan/Kesejahteraan Sosial Indonesia, Said berpendapat, konflik kekerasan di Indonesia maupun dunia pada umumnya terjadi karena tidak ada keserasian sosial.
Menurut Said, keserasian sosial berarti menghidupkan kerukunan antar-warga agar tidak terjadi ketimpangan sosial yang menimbulkan berbagai konflik, baik horisontal maupun vertikal.
Said pun mengungkapkan, kehidupan multikultural dan multi-agama di Maluku dibangun dengan prinsip saling memahami, saling mempercayai, saling menghormati, saling menyayangi, saling memberi kebanggan, dan saling menghidupi.
Prinsip tersebut merujuk pada ungkapan setempat ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di daging, sagu sipotong jadi dua. Kearifan lokal tersebut menggambarkan prinsip saling berbagi, saling berempati.
“Sejauh ini, kami telah membangun Islamic Center, Kristen Center, Katholik Center, selanjutnya akan diselesaikan juga Buddha dan Hindu center. Kami harap kalau masyarakat Indonesia dan dunia berniat belajar kerukunan sejati dan aktif dapat belajar ke Maluku,” imbuh Said.
Dari kearifan lokal
Rencana yang diungkapkan Gubernur Maluku tersebut sejalan dengan tema konferensi, yaitu membangun keserasian sosial dari bawah. Konsep ini juga mendukung deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2015, yang menyatakan setiap negara anggota PBB harus mendorong terjadinya kehidupan yang damai secara inklusif.
"Cara memperkokoh keserasian melalui ruang dialog warga. Sering kali warga punya kearifan lokal tetapi dibatasi oleh close management dari birokrasi kita," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, pada kesempatan yang sama.
Presiden, lanjut Khofifah, telah mencontohkan upaya mendorong kehidupan damai secara inklusif itu dengan lebih banyak mendengar ketika bertemu warga. Kalau sudah dicontohkan seperti itu, kata dia, sekarang waktunya bagi kepala desa, camat, dan semua perangkat pemerintahan mulai mendengar pendapat warganya.
"Ketika yang di atas mendengarkan, yang di bawah pun akan dapat menerima arahan atasan, sehingga akhirnya tercipta komunikasi dua arah," kata Khofifah. Menteri Sosial ada di Ambon dalam rangka kunjungan kerja terkait pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH).
PKH merupakan salah satu program komprehensif pengentasan kemiskinan, tersambung pula dengan program Kartu Keluarga Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Pada 2016, direncanakan bakal ada 6 juta penerima bantuan PKH, dari 3,5 juta sampai akhir 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.