Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Kepala Daerah Berstatus Mantan Terpidana, KPU Diminta Buat Pengumuman Sepanjang Kampanye

Kompas.com - 23/03/2016, 17:01 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz berpendapat, munculnya beberapa nama calon peserta Pilkada yang berstatus mantan terpidana korupsi harus menjadi hal yang diperhatikan pemerintah dalam melakukan revisi UU Pilkada.

Selama ini, syarat pengumuman mengenai status hukum bakal calon peserta melalui media massa sebanyak satu kali dinilai tidak efektif.

"Hal ini seperti hanya sekadar syarat administratif untuk melakukan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum," ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (23/3/2016).

Lebih lanjut, dia menjelaskan ketentuan itu sangat kurang untuk memberikan informasi terkait latar belakang dan rekam jejak calon. Sehingga, seluruh pemilih di daerah tidak mendapatkan informasi mengenai status mantan terpidana.

(Baca: KPK Usulkan Hak Politik Mantan Terpidana Korupsi Dicabut)

Sebagai jalan keluar, ia mengusulkan, KPU harus mewajibkan pengumuman status mantan terpidana dilakukan berulang dan berkelanjutan.

"Misalnya selama masa tahapan Pilkada berlangsung," kata Masykurudin.

Selain itu, ia mengatakan dalam tradisi kampanye di Pilkada memang belum mengenal penyampaian kritik dan kekurangan dari masing-masing pasangan calon.

Metode dan materi kampanye yang dibiayai oleh negara melalui KPU pun selama ini juga tidak mengakomodasi untuk memberikan informasi terkait rekam jejak calon mantan terpidana.

(Baca: Konyol, Narapidana Bebas Bersyarat Tetap Maju Jadi Calon Kepala Daerah)

Materi kampanye hanya berisi slogan-slogan pendek tanpa makna mendalam. Ini yang menyebabkan mantan terpidana masih bisa terpilih lagi. Perlu ditingkatkan informasi soal rekam jejak para calon asalkan sesuai dengan fakta yang terjadi.

"Hal ini untuk memberikan pertimbangan dan informasi dalam memilih," pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif mengimbau masyarakat agar lebih jeli dan tidak memilih calon kepala daerah yang pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

Hal ini disampaikan Laode lantaran ada sejumlah mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri kemudian terpilih sebagai kepala daerah pada pelaksanaan pilkada serentak 2015.

(Baca: Loloskan Narapidana Bebas Bersyarat, Ketua KPU Manado Diberhentikan Sementara)

"Di beberapa daerah ada fenomena mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri. Ada pula yang berhasil terpilih menjadi kepala daerah. Ini yang menjadi keresahan KPK selama ini," ujar Laode dalam rapat Evaluasi Persayaratan Calon Pilkada tahun 2015, di gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2016).

Lebih lanjut, ia berpendapat, seharusnya ada regulasi yang melarang seorang mantan terpidana kasus korupsi kembali mencalonkan diri dalam Pilkada.

Di samping mengatur tentang pelarangan, kata Laode, regulasi tersebut juga mengatur mekanisme pencabutan hak politik bagi mantan terpidana korupsi agar peluangnya menjadi pemimpin semakin kecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Nasional
ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

Nasional
Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Nasional
Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Nasional
Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Nasional
Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi 'Online', Yang Bermain Kena Sanksi

Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi "Online", Yang Bermain Kena Sanksi

Nasional
Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Nasional
Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Nasional
Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya 'Back Up'

Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya "Back Up"

Nasional
Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Nasional
Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Nasional
Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Nasional
Hari Ini, Sosok yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Hari Ini, Sosok yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com