Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan Berekspresi Masih Terpasung

Kompas.com - 18/03/2016, 10:02 WIB

Oleh: Rini Kustiasih

JAKARTA, KOMPAS — Kebebasan berekspresi di Indonesia masih terpasung. Sejumlah kegiatan diskusi, peluncuran buku, teater, dan pemutaran film masih menghadapi tentangan dari aparat keamanan dan sejumlah elemen masyarakat.

Hal itu diungkapkan para pembicara dalam diskusi dan peluncuran buku yang diadakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) di Jakarta, Kamis (17/3/2016).

Hadir sebagai pembicara peneliti LIPI Syamsudin Haris, anggota staf kepresidenan Jaleswari Pramodawardhani, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Kuskrido Ambardi, dan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah.

Roichatul mengatakan, pelarangan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang terjadi Rabu malam menunjukkan bahwa ruang-ruang berekspresi di Indonesia belum sepenuhnya terbuka.

Aparat dan pemerintah masih bersikap belum terbuka dalam menyikapi ekspresi warga, baik dalam bentuk kesenian, pendapat, maupun ruang-ruang wacana lain.

"Untuk pelarangan film Buru, misalnya, aparat berdalih yang menjadi pertimbangan bagi pelarangan itu ialah problem keamanan. Akan tetapi, ketika dipindah ke kantor Komnas HAM, pemutaran film itu tidak menimbulkan kegaduhan apa pun. Jadi, alasan bahwa film itu akan menimbulkan gangguan publik tidak terbukti," kata Roichatul.

Syamsudin Haris menambahkan, sekalipun reformasi sudah berjalan lebih dari 15 tahun, watak negara dan pemerintah beserta aparatnya belum berubah.

"Negara masih memata-matai warganya. Itu terlihat dari berbagai sikap pelarangan ataupun pencegahan terhadap ekspresi warga," kata Haris.

Penjaga demokrasi

Padahal, menurut Haris, kebebasan berekspresi itu menjadi landasan bagi suatu bangsa untuk mengembangkan potensi. Di sisi lain, kekuatan-kekuatan sipil yang menjadi penggerak ekspresi kebebasan itu adalah penjaga laju demokrasi.

"Civil society adalah penjaga atau penyelamat demokrasi kita. Tidak cukup seorang Jokowi atau Ahok, melainkan banyak lagi orang-orang yang semacam itu. Di situ perlunya civil society untuk berjejaring," kata Haris.

Jaleswari mengatakan, perbincangan tentang kebebasan berekspresi saat ini tidak lepas dari konteks perkembangan teknologi.

Maraknya media sosial acap kali membuat ekspresi kebebasan itu sulit dikendalikan atau untuk dibedakan dari upaya penghinaan, ujaran kebencian, dan provokasi lain yang bisa mengganggu kebebasan orang lain.

"Kebebasan berekspresi tidak berada di ruang hampa. Ia juga harus dipertimbangkan di tengah-tengah perkembangan teknologi saat ini. Batas dari suatu kebebasan ialah kebebasan orang lain," kata Jaleswari.

Kuskrido menambahkan, ruang paling aman bagi kebebasan berekspresi ialah kampus. Akan tetapi, kini mulai banyak ditemukan kasus-kasus pembatasan di kampus.

"Baru-baru ini di UGM ada pelarangan pementasan teater Masih Adakah Cinta di Kampus Biru yang bertemakan kehidupan kampus. Pelarangan ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi di kampus juga mulai terancam," ujarnya.

Selain menyelenggarakan diskusi, Elsam juga meluncurkan buku berjudul Kebebasan Berekspresi: Hukum, Dinamika, Masalah, dan Tantangannya. Buku itu ditulis para peneliti dan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com