Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

50 Tahun Supersemar, Kontroversi Sejarah nan Tak Kunjung Usai...

Kompas.com - 11/03/2016, 05:05 WIB
Bayu Galih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada hari ini, 50 tahun yang lalu, Presiden Soekarno "dikabarkan" memberikan mandat kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto untuk memulihkan stabilitas politik nasional yang goyah akibat Gerakan 30 September 1965.

Surat mandat untuk Letjen Soeharto itu hingga saat ini "dikabarkan" dalam bentuk Surat Perintah 11 Maret, yang lebih dikenal dengan sebutan Supersemar.

Kata "dikabarkan" yang digunakan dalam kalimat di atas sebenarnya untuk menunjukkan mengenai polemik yang terjadi seputar Supersemar.

Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu. Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.

Supersemar bahkan menjadi salah satu dokumen penting yang diminta Komisi II DPR kepada Arsip Nasional RI untuk masuk dalam daftar pencarian arsip (DPA).

Sebagai sebuah dokumen negara, Supersemar tentu memiliki arti yang sangat penting. Sebab, Supersemar menjadi penanda peralihan kekuasaan dari Orde Baru yang dipimpin Soekarno menuju Orde Baru yang dibangun Soeharto.

Sejarawan Asvi Warman Adam bahkan menilai Supersemar menjadi "kunci" dalam pengambilalihan kekuasaan.

"Betul kalau dikatakan dampaknya kalau surat itu adalah kunci pengambilalihan kekuasaan. Jadi kalau pakai itu, tinggal diputar kuncinya dan dapatlah kekuasaan," kata Asvi Warman Adam kepada Kompas.com, akhir pekan lalu (6/3/2016).

Untuk memperingati 50 Tahun Supersemar, Kompas.com membuat topik liputan khusus mengenai surat yang diserahkan Soekarno kepada Soeharto melalui tiga jenderal, yaitu Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.

Kompas.com berusaha menuliskan kembali sejumlah polemik, seperti bermacam versi atas keluarnya Supersemar.

Sejumlah versi yang berbeda dengan yang dipelajari di buku Sejarah dan Perjuangan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) di masa Orde Baru memang baru muncul setelah Soeharto jatuh.

Ada versi yang menyebut tentang penodongan terhadap Presiden Soekarno yang dilakukan "jenderal keempat" selain Basuki Rachmat, Muhammad Jusuf, dan Amir Machmud. Ada juga versi yang menyebut bahwa Soeharto salah tafsir terhadap Supersemar.

Selain itu, kehidupan Presiden Soekarno pasca-Supersemar juga menarik untuk disajikan. Begitu juga dengan sejumlah langkah yang diambil Letjend Soeharto setelah menerima Supersemar.

Kompas.com juga akan menyajikan tulisan mengenai sejumlah salinan naskah Supersemar, dan upaya penelusuran Arsip Nasional RI dalam mencari dokumen asli.

Ikuti terus tulisan mengenai Supersemar yang hadir di Kompas.com sepanjang hari ini.

Infografis juga bisa dilihat di bawah ini:

Editor: Bayu Galih, Sabrina Asril | Grafis: Anggara Kusumaatmaja Infografis Kronologi Peralihan Kekuasaan Soekarno ke Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com