Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kewenangan Interogasi oleh BIN Dikhawatirkan Langgar Hak-hak Sipil

Kompas.com - 01/03/2016, 08:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -Pro dan kontra atas permintaan Badan Intelijen Negara agar diberikan kewenangan menginterogasi terduga teroris terus bermunculan.

Kewenangan ini dinilai akan melanggar hak-hak sipil terkait praktik incommunicado detention.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan, incommunicado detention berupa praktik menghalangi hak tahanan untuk mendapatkan kunjungan dari penasihat hukum, anggota keluarga, dan pihak ketiga lain yang memiliki kepentingan.

Kewenangan menginterogasi oleh BIN, menurut dia, akan melanggengkan praktik itu.

Beberapa negara, melalui UU Anti-teroisme mengizinkan dilakukannya incommunicado detention selama masa penahanan.

"Apabila dilakukan, saya curiga dalam konteks memerangi terorisme, praktik tersebut bisa dibenarkan atas nama UU, baik RUU Anti-terorisme ataupun UU Intelijen Negara," kata Puri ketika dihubungi Kompas.com, Senin malam (29/2/2016).

Ia menyoroti potensi praktik interogasi hitam oleh BIN karena lembaga tersebut selalu merahasiakan seluruh upaya, pekerjaan, kegiatan, sasaran maupun informasi yang berkaitan dengan fungsi dan aktivitas intelijen.

"Dalam konteks ini tentu saja ada hak-hak sipil yang potensial dilanggar apabila praktik ini akhirnya diadopsi berdasarkan UU," ujar Puri.

Sementara itu, Komite Hak Asasi Manusia PBB telah merekomendasikan agar seluruh negara membuat peraturan yang menentang dilaksanakannya incommunicado detention.

Rekomendasi ini berdasarkan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Bagi Semua Orang dari Penghilangan yang Dipaksakan tahun 2010 dan disahkan oleh 33 negara.

Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso meminta agar pihaknya bisa memanggil dan menginterogasi terduga teroris.

Dengan begitu, BIN bisa menggali informasi dari terduga teroris tersebut.

Permintaan kewenangan tersebut disampaikan Sutiyoso saat rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/2/2016).

Sutiyoso berharap kewenangan ini bisa diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Antiterorisme yang akan segera dibahas oleh DPR dan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com