Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK Ditunda, RUU "Tax Amnesty" Mandek

Kompas.com - 25/02/2016, 16:41 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty di DPR masih mandek.

Seharusnya, rapat Badan Musyawarah pada Kamis (25/2/2016) siang, mengagendakan apakah RUU Tax Amnesty akan dibahas di Badan Legislasi, Komisi XI, atau melalui panitia khusus (pansus).

Namun, hal tersebut belum dilakukan karena fraksi-fraksi di DPR meminta waktu terlebih dahulu untuk mempelajari draf RUU yang diusulkan pemerintah itu.

"Dari pimpinan fraksi belum menerima naskah secara lengkap, dan dari pimpinan DPR baru beberapa hari yang lalu. Perlu waktu untuk membahas secara detail komprehensif," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto usai rapat Bamus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis sore.

Namun, Agus membantah bahwa mandeknya RUU Tax Amnesty ini berkaitan dengan keputusan penundaan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut dia, ini hanya masalah teknis dan RUU Tax Amnesty akan kembali dibahas pada rapat Bamus selanjutnya. (baca: Politisi Demokrat: Dua Kali Diterapkan, "Tax Amnesty" Gagal)

"Jadi supaya teman teman fraksi sudah melihat lebih jelas," ucap Politisi Partai Demokrat ini.

Di sisi lain, rapat Bamus sore ini menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Anti-Terorisme sudah berlanjut.

Rapat yang diikuti Pimpinan DPR, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi serta Alat Kelengkapan Dewan itu memutuskan untuk membentuk Pansus guna membahas RUU yang juga merupakan inisiatif pemerintah itu.

Pansus akan diisi gabungan anggota Komisi I yang membidangi masalah militer dan Komisi III yang membidangi masalah hukum.

PDI Perjuangan sebelumnya meminta pembahasan RUU Tax Amnesty ditunda sehubungan dengan ditundanya pembahasan revisi UU KPK.

Alasan yang disampaikan, RUU "Tax Amnesty" juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat seperti revisi UU KPK. (baca: Giliran PDI-P Minta Pembahasan RUU "Tax Amnesty" Ditunda)

RUU Pengampunan Pajak adalah inisiatif pemerintah. Ini satu dari tiga Program Legislasi Nasional Prioritas 2016 yang telah ditetapkan DPR. Total ada 40 undang-undang yang akan dibahas pemerintah dan DPR tahun ini.

(baca: Nasdem Minta PDI-P Tak Jegal RUU "Tax Amnesty")

Sebelumnya, seperti dikutip Kompas, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, pihaknya berharap RUU Pengampunan Pajak segera dibahas dan dituntaskan pada masa sidang kali ini.

Artinya, RUU sudah disahkan pada Rapat Paripurna DPR per 11 Maret 2016. (baca: Ketua DPR: RUU Pengampunan Pajak Dikebut Setelah Reses)

Harapannya, Kementerian Keuangan bisa segera mengukur minat dan potensi penerimaan pajak dari uang tebusan pada 1-2 bulan pertama pelaksanaan program pengampunan pajak.

Selanjutnya, itu akan menjadi dasar proyeksi Kemenkeu untuk merevisi target pendapatan negara. Menurut rencana, Kemenkeu mengajukan Rancangan APBN Perubahan 2016 pasca Mei.

Kemenkeu memproyeksikan pendapatan tahun ini bakal meleset Rp 290 triliun dari target Rp 1.822,5 triliun. Ini karena penerimaan pajak jauh di bawah target. Target penerimaan negara dari minyak dan gas bumi serta komoditas juga akan meleset.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com