Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wahid Institute: Ahok Juga Jadi Korban Aksi "Hate Speech"

Kompas.com - 23/02/2016, 18:08 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — The Wahid Institute merilis hasil pemantauan terkait situasi kebebasan beragama di Indonesia.

Sepanjang 2015, sebanyak 52 persen atau 130 peristiwa melibatkan aktor yang berasal dari unsur negara. Bahkan, sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok termasuk salah satu korbannya.

"Kalau kasus DKI ada juga. Yang jadi salah satu korban dari tindakan hate speech atau ujaran kebencian memang gubernurnya sendiri," ujar Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2016).

Yenny menyebutkan, tindakan hate speech yang ditujukan kepada Ahok disebabkan sikapnya yang dianggap resisten terhadap ormas-ormas tertentu.

Bahkan, identitas agama dan etnis Ahok kerap dijadikan sasaran tindakan hate speech dan dirinya dianggap tak cocok menjadi kepala daerah.

Sementara itu, korban pelanggaran kebebasan beragama lainnya, menurut hasil pantauan Wahid Institute, adalah kelompok yang diduga beraliran sesat.

Kelompok tersebut bahkan menjadi korban dengan jumlah kasus pelanggaran terbesar. Catatannya adalah, sebanyak 30 tindakan untuk kelompok dan 6 tindakan untuk individu yang diduga beraliran sesat.

Selain itu, Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) juga menjadi korban pelanggaran kebebasan beragama terbanyak, yaitu dengan 12 tindakan.

Selanjutnya, diikuti dengan umat Kristen dengan 10 tindakan, serta Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan 8 tindakan untuk kelompok dan 6 tindakan untuk individu.

"Gafatar, JAI, dan kelompok-kelompok minoritas yang diduga sesat merupakan kelompok paling rentan," ujar putri mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid ini.

"Kelompok ini rentan kriminalisasi dan diskriminasi oleh negara dan non-negara," sambungnya.

Adapun beberapa aktor negara yang banyak melakukan tindakan pelanggaran kebebasan beragama di antaranya kepolisian (28 peristiwa), pemerintah kota/kabupaten (11 tindakan), bupati/wali kota (11 tindakan), serta Satpol PP dan Kantor Kementerian Agama dengan masing-masing 8 tindakan.

Laporan pemantauan ini menggunakan pendekatan metode berbasis peristiwa (event-based methodology) untuk memantau dan menggali data.

Pengumpulan data dan analisis dalam penyusunan laporan dilakukan dalam beberapa metode.

Pertama, pemantauan terhadap pemberitaan media massa; kedua, berdasarkan informasi yang diberikan jaringan lembaga dan individu, pemantauan melalui saluran pengaduan yang dibangun Wahid Institute, serta analisis kuantitatif dan kualitatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com