JAKARTA, KOMPAS.com - "Sebetulnya hubungan kita dengan Polri dan Kejaksaan nggak ada goncangan lagi, mulus, kebutuhan berapa pun akan disuplai. Tapi kan sangat bahaya kalau hubungan tidak mulus. Kemudian kita nggak dapat suplai."
Begitulah keresahan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo terkait penyidik KPK, ketika berbicang dengan Kompas.com di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Saat itu, Agus disinggung soal konflik masa lalu antara KPK dengan Polri, yang berimbas pada penyidik Polri yang bertugas di KPK.
Masalah penyidik KPK pernah muncul ketika KPK mengusut kasus korupsi di lingkungan Polri. Contohnya, ketika KPK mengusut kasus korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). (baca: KPK Krisis Penyidik)
Saat itu, setidaknya 20 penyidik Polri ditarik. Alasan yang disampaikan hanya karena habis masa tugasnya di KPK.
Saat ini, ada sekitar 80 orang yang menjadi penyidik di KPK. Sebanyak 28 orang diantaranya bukan berasal dari lembaga penegak hukum alias hasil rekrutmen independen.
Agus mengatakan, penyidik dari jalur independen menjadi solusi ketika berhadapan dengan masalah tidak harmonisnya hubungan KPK dengan lembaga penyalur tenaga penyidik.
Menurut Agus, setidaknya dibutuhkan 300 orang penyidik agar gerak KPK bisa cepat. Saat ini, pihaknya tidak mengalami kendala terkait suplai penyidik dari Polri. Pasalnya, hubungan KPK dengan Polri tengah mesra.
Setidaknya, Agus mengaku sudah tiga kali bertemu Kepala Bareskrim Polri Komjen Anang Iskandar, baik acara formal maupun informal.
Menurut Agus, Polri siap menyediakan berapa pun penyidik yang dibutuhkan KPK. Namun, mereka tetap harus melewati seleksi ketat.
"Meski enggak semuanya kita terima. Tahun lalu dari polisi enggak ada yang masuk sama sekali. Kita kan selalu lihat kompetensi, integritas. Jadi kalau konsultan bilang ini nggak layak, ya nggak kita rekrut," kata Agus.
Agus mengatakan, pihaknya tetap ingin menerima bantuan SDM dari Polri dan Kejaksaan karena pihaknya sadar bahwa tidak bisa memberantas korupsi sendirian. Terlebih lagi, polisi dan jaksa ada di seluruh wilayah Indonesia.
"Tapi bagaimanapun kalau mereka salah, ya harus ditindak," kata mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) itu.
Masalah penyidik merupakan salah satu poin yang ingin direvisi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Legalitas penyidik independen terus dipermasalahkan berbagai pihak, terutama pihak tersangka korupsi. Argumentasi yang disampaikan bahwa penyidik yang sah hanya berasal dari Polri.
Sebaliknya, KPK maupun para pakar hukum menganggap KPK bisa mengangkat sendiri penyidik.
Masalah penyidik KPK kembali mencuat setelah internal DPR ingin penyidik dan penyelidik KPK nantinya harus diangkat dari Kepolisian dan Kejaksaan. Hal itu diatur dalam draf RUU KPK.
Jadi, jika DPR dan pemerintah sepakat, KPK dilarang mengangkat penyidik dari jalur independen. (baca: Revisi UU KPK, DPR Tak Izinkan Penyelidik dan Penyidik Independen)
Kelanjutan revisi UU KPK ini akan ditentukan dalam rapat paripurna DPR. Sejauh ini, baru tiga fraksi yang tidak ingin pembahasan revisi dilanjutkan, yakni Fraksi Gerindra, Demokrat, dan PKS. Adapun tujuh fraksi lainnya masih ingin UU KPK direvisi dengan berbagai alasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.