Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua MPR Sebut Jokowi Akan Revisi UU Anti-terorisme Dibanding Terbitkan Perppu

Kompas.com - 20/01/2016, 16:52 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo diperkirakan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait terorisme.

Presiden disebut akan memilih merevisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Hal itu diungkapkan Ketua MPR Zulkifli Hasan seusai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (20/1/2016).

Kedatangan Zulkifli yang juga Ketua Umum PAN itu ke Istana Negara ialah untuk menghadiri pelantikan Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir.

"Bahkan, Presiden juga bilang kenapa enggak buat UU baru? Hanya Pak Menko Polhukam (Luhut Binsar Pandjaitan) mengatakan bahwa perlu penanganan cepat untuk mengatasi situasi ini," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen.

Zulkfili menuturkan, pembentukan perppu relatif lebih berisiko daripada revisi UU. Sebab, perppu hanya merupakan buah pikiran pemerintah dan berpotensi rawan untuk dipersoalkan pada kemudian hari.

Selain itu, perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam pengesahannya. (Baca: Akom: DPR Setuju UU Terorisme Direvisi atau Jokowi Terbitkan Perppu)

"Kalau terjadi polemik di kemudian hari, pasti perppu itu akan ditolak. Makanya, tampaknya Presiden akan memilih merevisi UU karena lebih tertib administrasi," kata dia.

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas sebelumnya mengatakan, sejauh ini belum ada usulan dari pimpinan fraksi maupun komisi di DPR untuk memasukkan revisi UU Anti-terorisme ke dalam prolegnas prioritas 2016.

Bahkan, kata dia, semua pimpinan komisi di DPR mengusulkan agar jangan ada penambahan revisi atau pembahasan UU baru di dalam prolegnas 2016. (Baca: Ketua Baleg DPR Nilai Revisi UU Anti-Terorisme Tak Mendesak)

Pemerintah ingin UU Anti-terorisme direvisi. Masalah itu dibahas dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan para pimpinan lembaga tinggi negara.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan bahwa rencana revisi UU Anti-terorisme adalah untuk meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme.

Saat ini, substansi revisi masih dibahas. Namun, salah satunya dimungkinkan penangkapan pada orang yang diduga akan melakukan aksi terorisme. (Baca: Pemerintah Ingin Aturan Penahanan Sementara Terduga Teroris Lebih Longgar)

"Intinya memberi kewenangan untuk preemptive," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Luhut menuturkan, dengan kewenangan pencegahan itu, kepolisian atau aparat hukum lainnya dapat melakukan penahanan sementara orang-orang yang diduga akan melakukan aksi teror.

Saat ini, penahanan hanya bisa dilakukan jika memiliki bukti permulaan. Adapun durasi penahanan sementara itu, kata Luhut, masih dibahas mendalam. (Baca: MUI Tolak jika Revisi UU Anti-terorisme untuk Aksi Represif)

Usulan yang mencuat mengenai waktu penahanan sementara itu adalah selama satu sampai dua pekan.

"Untuk pemeriksaan, penahanan sementara bisa seminggu atau dua minggu, kemudian dilepas (jika tak terbukti)," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com