Indonesia sebagai negara demokratis tentu memiliki peraturan yang sangat menguntungkan rakyat. Dengan bebasnya berorgarnisasi, beraspirasi, dan berpendapat menunjukkan bahwa Indonesia kini telah benar-benar menerapkan sistem demokrasi.
Namun, demokrasi tersebut tidak serta merta menghilangkan permasalahan bagi negara ini. Masih banyak permasalahan yang masih ada dan belum terselesaikan, seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan budaya.
Hal inilah yang melandasi pertemuan Pengurus Pusat Muhamadiyah dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hari Senin, (18/01/2016). Bertempat di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen, Jakarta, Ketua Umum PP Muhammadiyah Hedar Nashir diterima oleh diterima Ketua MPR Zulkifli Hasan yang didampingi para wakil ketua dan pimpinan fraksi.
Dalam pertemuan kali ini hadir juga perwakilan dari PP Muhammadiyah, yaitu Prof Muhajir, Abdul Mufti, Prof Dr Suyatno, Busyro Muqoddas, Dr. Anwar Abbas. Sedangkan dari MPR hadir para wakil ketua yaitu Mahyudin, EE Mangindaan, Hidayat Nurwahid, Oesman Sapta, serta pimpinan fraksi di antaranya Ahmad Basarah (PDIP), Soenmanjaya (PKS), Ali Taher (PAN), Fadholi (Nasdem), dan Ana Muawanah (PKB).
Diskusi yang berlangsung lebih kurang tiga jam ini membahas hal-hal mendasar yang baru dilakukan pertama kali. Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, menyampaikan tiga pokok pemikiran tentang kebangsaan dan sistem ketatanegaraan. Salah satunya adalah mengenai mengembalikan wewenang dan fungsi MPR sebagai lembaga tinggi negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Diskusi ini sangat menarik. Tentu ini menjadi bahan penting bagi kami. Nanti akan dirumuskan di lembaga pengkajian dan tentu kami akan diskusi lebih lanjut mengenai sistem ketatanegaraan kita ini,” ujar Zulkifli.
Muhammadiyah sendiri, dalam pertemuan kali ini, menyatakan ingin mengembalikan fungsi MPR, contohnya pada saat kritis lebih kredibel MPR untuk menyelesaikan permasalahan dibandingkan dengan Majelis Konstitusi.
“MPR ada 592 anggota, tidak mungkin ada konspirasi dengan jumlah itu untuk berbohong, berdusta, atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara,” jelas Haedar.
Dalam pertemuan ini juga membahas beberapa topik yang berkenaan dengan perubahan amandemen, GBHN, dan juga Pancasila sebagai filosofi negara yang dirasa masih menjadi masalah di Indonesia.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengungkapkan MPR menerima aspirasi dari berbagai kalangan dan kelompok.
"Sekarang, untuk melakukan perubahan UUD, MPR sudah membentuk Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian. Aspirasi masyarakat bisa disampaikan ke Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian. Badan dan lembaga ini untuk mempercepat proses pengkajian terhadap isu-isu ketatanegaraan. Lembaga Pengkajian bisa menampung dan menuntaskan," tutup beliau. (Adv)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.