"Pihak kepolisian memang siaga saat kejadian. Namun seharusnya intel bisa melakukan cegah tangkal. Intelijen sudah memiliki peta, namun kenapa kita masih tersesat (kecolongan)?" ujar Mahfudz saat hadir dalam sebuah talkshow, Sabtu (16/1/2016) di Cikini, Jakarta Pusat.
Mahfudz tidak menyetujui wacana perubahan UU Intelijen yang dilontarkan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional Sutiyoso, Jumat (15/1/2016) kemarin.
Sutiyoso mengusulkan agar BIN diberi wewenang tambahan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya melalui revisi UU Terorisme dan UU Intelijen.
Wewenang BIN melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran seharusnya dapat ditindaklanjuti dengan penangkapan dan penahanan.
"Apakah kejadian bom ini tanda masih lemahnya kewenangan lembaga? Atau sesungguhnya implementasi kewenangannya kurang optimal?" ungkapnya.
Saat ini kewenangan yang dimiliki oleh BIN tidak perlu diubah. Mahfudz lebih menyoroti soal kurang optimalnya implementasi kewenangan yang diatur oleh undang-undang.
Kewenangan penangkapan dan penahanan tidak cocok dilakukan oleh Intelijen karena mereka bekerja di bawah permukaan tanpa diketahui oleh publik.
"Apa jadinya kalau ada orang yang ditahan dan ditangkap tanpa diketahui oleh publik? Saya rasa perangkat hukum sudah baik. BIN bisa lebih bekerjasama dengan kepolisian," pungkas Mahfudz.