JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto, menilai Presiden Joko Widodo justru akan terbebani jika semakin banyak partai yang masuk ke dalam pemerintahan.
Koalisi yang semakin gemuk, kata Gun Gun, tidak lantas akan menjamin pemerintahan yang semakin kuat.
"Saya sih berharap jangan semua masuk pemerintahan. Karena Jokowi juga akan dibingungkan dengan pola hubungan yang sangat obesitas kekuasaan," tutur Gun Gun saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (13/1/2016).
Gun Gun menambahkan, Jokowi harus dapat membaca situasi politik tersebut. Ini perlu diperhatikan, terutama jika partai oposisi yang bergabung nantinya meminta jatah kursi di pemerintahan.
"Kecuali dia masuk mendukung pemerintah tanpa bargaining (tawar) jabatan strategis. Tapi saya enggak yakin," ujar Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta itu.
Sementara itu, Pakar Politik dan Ilmu Pemerintahan LIPI, Siti Zuhro menilai, ada kecenderungan Jokowi ingin memperbesar koalisi karena melihat satu tahun kepemimpinannya kurang efektif.
Hal tersebut terlihat dari sistem presidensial yang kurang didukung parlemen untuk memperlancar kinerjanya. Karena itu, lanjut Siti, jawabannya adalah melalui kekuatan politik.
Namun, senada dengan Gun Gun, Siti menilai koalisi yang semakin besar justru tak ideal. Menurut dia, tak ada korelasi positif antara besarnya koalisi dengan kinerja pemerintahan.
Siti menambahkan, seharusnya Jokowi belajar dari pengalaman presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menerapkan politik harmoni.
"Politik harmoni seperti Pak SBY bagus untuk sesaat. Koalisi yang warna warni itu ternyata juga membuat Pak SBY jadi rumit," tutur Siti.
Lebih dari satu tahun berjalannya pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, hanya Gerindra yang masih konsisten dan belum memperlihatkan tanda-tanda akan bergabung dengan pemerintah.
Terakhir, Partai Golkar hasil Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie menyatakan opsinya untuk bergabung ke pemerintahan.
Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz juga sudah menyatakan keinginannya untuk mendukung pemerintahan Jokowi-JK, dan tidak bergabung dengan KMP ataupun KIH.
Partai Keadilan Sejahtera juga menunjukkan indikasi merapat dengan menemui Presiden Jokowi di Istana.
PKS dinilai mulai tak sejalan dengan KMP dalam sidang kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Kasus ini akhirnya membuat politisi Golkar, Setya Novanto, yang duduk sebagai Ketua DPR mundur dari jabatannya.
Adapun Partai Amanat Nasional sudah sejak September lalu menyatakan bergabung dengan pemerintahan.
Meski menyatakan tak keluar dari KMP dan bergabung ke KIH, sikap PAN di parlemen selalu sejalan dengan parpol pendukung pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.