Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diiming-imingi Kerja Konstruksi, 23 TKI Malah Jadi "Cleaning Service"

Kompas.com - 08/01/2016, 10:04 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Dedek Cahyadi Sirait (25), warga Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, adalah satu dari 23 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumatera Utara yang merasa ditipu oleh agen penyalur PJTKI PT Satria Parang Tritis Medan.

Alih-alih menerima upah tinggi seperti yang diiming-imingkan, mereka malah sempat terlantar di Tanjung Manis Serawak, Malaysia.

Cerita dimulai pada awal Januari 2015 di kantor agen PT Satria Parang Tritis Medan, Jalan Gaperta Komplek Gaperta Centre Blok B Nomor 6 Medan. Acaranya temu sapa sekaligus interview dengan pihak agen dan pihak majikan dari Malaysia yang di wakili Mr Kon Ted Jee.

Dari pertemuan itu diketahui, perusahaan Mr Kon bergerak di bidang konstruksi dan membutuhkan tenaga kerja ahli (tukang) dan bukan ahli (kernet).

”Mr Kon bilang kami akan diberi upah RM 45 untuk bukan ahli dan RM 65 untuk tenaga ahli. Biaya perobatan gratis, ini tertulis di dalam kontrak yang di buat di Medan," kata Dedek, Jumat (8/1/2016) yang ditemui di Kota Medan.

Pada 8 Mei 2015, empat TKI berangkat dan kloter kedua pada 19 Juni 2015. Mereka semua bekerja di Naim Engineering Sdn Bhd.Sublot II, GRD, tingkat 1 dan 2, Rocks Comercial Centre di Jalan Green, 93150 Kuching, Serawak.

"Enam bulan lebih kami di sini, yang tadinya di janjikan kerja konstruksi malah sebahagian dari kami kerja sebagai cleaning service membersihkan bangunan yang sudah jadi. Parahnya, biaya perobatan pakai uang sendiri. Kami semua terima gaji 45 ringgit," katanya.

"Kami juga di janjikan tempat tinggal yang layak dengan empat sampai enam orang sekamar, nyatanya kami sekamar isinya 13 sampai 30 orang. Janji tinggal janji, 1 Desember 2015 kami pertanyakan kepada pihak office Mr Ujang, malah dapat marahan dan cacian. Mr Ujang kasi kami SP dan bilang disini tidak ada kerja overtime," tambah Dedek.

Ke-23 TKI tetap menolak kebijakan perusahaan tempatnya bekerja, sikap ini membuat pihak PT Naim berang.

”Kalau kalian tidak terima dan minta di pulangkan, gampang saja, cukup kalian tidak masuk kerja selama seminggu pasti kalian di pulangkan," kata Dedek menirukan ucapan Mr Ujang.

Setelah kejadian itu, 3 Desember 2015 para TKI di datangi kepolisian Diraja Malaysia. Mereka menyatakan, sesuai UU Negeri Serawak bahwa jika tiga hari berturut-turut tidak bekerja maka para TKI resmi bukan pekerja PT Naim dan wajib lapor ke pihak kepolisian.

Melalui pesan singkat, para TKI melapor ke KJRI. Pada 4 Desember 2015, pihak KJRI memanggil PT Naim untuk berunding.

Hasilnya, Mr Kon dan Mr Aliong dari PT Satria Parang Tritis menyuruh para TKI bekerja kembali selama sebulan untuk biaya ganti rugi perusahaan dan buat ongkos pulang ke Indonesia. Kalau para TKI malang ini tidak menuruti suruhan tersebut, mereka harus membayar ganti rugi perusahaan dan ongkos pulang dengan uang sendiri.

"Tak terima kami sama suruhan itu, kami kembali menghubungi KJRI. 9 Desember 2015 mereka jemput dan diinapkan kami di rumah penampungan milik KJRI. 31 Desember kami akhirnya dipulangkan. Sekarang kami menuntut PT Satria Parang Tritis untuk membayar semua penipuan yang mereka lakukan kepada kami. Bayar gaji kami selama di sana," kata Dedek emosi.

Sebelumnya, ke-23 TKI asal Sumut ini mengadu ke Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan. Lima orang perwakilan para TKI yaitu Dede Cahyadi, Syaifuddin, Amran Ginting, Agung Wijaya dan Budi Tirta, di dampingi Willy Agus Utomo, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara, diterima Rizal Saragih selaku Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan TKI BP3TKI Medan dan Kepala Operasional PT Satria Parang Tritis, Rizal Haris.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com