Kasus itu diusut penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Rinciannya, tiga kasus masih dalam tahap penyidikan, yakni dugaan tindak pidana di Pilkada Toju Unda-Unda, Sulawesi Tengah; Rokan Hilir, Riau dan Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sebanyak 13 perkara sudah masuk ke tahap dua atau pelimpahan tersangka serta barang bukti ke kejaksaan.
Ketigabelas perkara itu terjadi di Bandar Lampung, Lampung ; Sopeng, Sulawesi Selatan; Serdang Bedagai, Sumatera Utara; Poso, Sulawesi Tengah; Pangandaran, Jawa Barat; Dompu, Nusa Tenggara Barat; Pemalang dan Sragen, Jawa Tengah; Bellu, Nusa Tenggara Timur; Kerinci, Jambi, serta tiga pilkada lainnya di Jawa Barat.
Sementara, ada tujuh perkara dilakukan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Ketujuh perkara ini berada di Pohuwato, Gorontalo; Kaimana, Papua Barat; Bukit Tinggi, Sumatera Barat; Mamuju, Sulawesi Barat; Bengkulu, dan dua Pilkada di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Adapun, hanya dua perkara yang baru dikirim ke kejaksaan dan tiga perkara yang P19 atau dikembalikan kejaksaan karena dianggap kurang lengkap.
Aparatur sipil tak netral
Kepala Subdirektorat Dokumen dan Politik Dittipidum Bareskrim Polri Kombes (Pol) Rudi Setiawan mengatakan, perkara paling banyak adalah soal ketidaknetralan aparatur sipil negara dalam Pilkada.
"Yang paling menonjol, keterlibatan aparatur sipil negara. Paling besar jumlahnya 13 ASN (aparatur sipil negara)," ujar Rudi, Rabu (16/12/2015).
Rudi mencontohkan, ada PNS yang terang-terangan mengerahkan massa untuk memilih salah satu pasangan calon kepala daerah.
Ada lagi PNS yang menjadi dalang perusakan atribut kampanye. Akan tetapi, Rudi enggan merinci di daerah mana PNS yang dimaksud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.