Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Publik Mana, Pak Jokowi? Warga NTT Tak Setuju Novanto Dihukum

Kompas.com - 16/12/2015, 11:25 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait proses sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto.

Menjelang pembacaan putusan terhadap Novanto, Jokowi ingin MKD melihat fakta yang ada serta mendengarkan suara publik. (Baca: Novanto Akan Divonis, Ini Pesan Jokowi kepada MKD)

"Kalau saya dengar suara publik NTT (daerah pemilihan Novanto) kemarin, marah Novanto diganti. Publik mana yang didengar, Pak Jokowi? Kalau publik NTT saya dengar kemarin enggak setuju Pak Nov diganti atau dihukum," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Fahri mengingatkan, sebagai sesama pejabat publik, Presiden seharusnya dapat membatasi diri. Jangan sampai, Presiden justru mengeluarkan pernyataan yang bernada intervensi sehingga mengganggu proses pengambilan keputusan. (Baca: Anggota MKD Gerindra: Kalau Setya Novanto Salah, Tak Mungkin Dihukum Ringan)

"Kalau kita mau lobi-lobi, ya di 'belakang layar' saja. Jangan membuat pernyataan publik yang menekan, yang meminta, dan sebagainya," kata politisi PKS itu.

Ia menambahkan, undang-undang secara tegas telah mengatur batasan fungsi dan wewenang hubungan antara eksekutif dan legislatif. Salah satu tugas dan fungsi DPR ialah pengawasan terhadap kinerja pemerintah.

Fahri menganggap, dengan adanya pernyataan Presiden tersebut, fungsi yang ada justru seakan dibalik. Ia merasa, DPR justru kini diawasi oleh pemerintah. (Baca: Junimart: Sesuai Aturan, Novanto Tak Bisa Diberi Sanksi Ringan jika Bersalah)

"Ini adalah puncak dari hubungan kenegaraan dari dua kelembagaan yang sangat kasar dan terlalu vulgar. Kita sudah menjaga ini dengan baik, tetapi rupanya publik-publik figur di pihak eksekutif ini sudah terlalu vulgar. Mudah-mudahan ini disadari. Sebab, kalau tidak, politik kita bisa runyam," kata dia.

MKD hari ini akan memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR terkait pencatutan nama Presiden-Wapres. Proses pengambilan keputusan itu akan dilakukan secara tertutup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com