DOM yang diterima Jero di Kemenbudpar mencapai Rp 300 juta per bulan. Sementara di Kementeria ESDM, dia hanya mendapatkan Rp 120 juta per bulan.
"Pak Waryono nanya, tidak bisa Rp 300 juta. Ya, saya bilang tidak bisa. Terus pak Sekjen (Waryono) bilang, menterinya (Jero) minta 300 seperti di Budpar," ujar Didi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Waryono kemudian memerintah Didi melobi Kementerian Keuangan untuk menambah anggaran DOM untuk Jero. Namun, Kemenkeu menolak permintaan tersebut.
Setelah itu, Waryono menggelar rapat inti bersama pejabat kementerian. Dalam rapat itu, Waryono menyampaikan bahwa Jero ingin ada DOM tambahan.
"Maka semua kegiatan di biro akan dikoordinasikan dengan koordinator pelaksana anggaran di Sekjen oleh Sri Utami," kata Didi.
Uang tambahan DOM untuk Jero akhirnya diambil dari hasil imbal jasa rekanan penyedia jasa konsultansi di lingkungan Setjen Kementerian ESDM.
Dana yang dihimpun itu dikumpulkan oleh anak buah Waryono, Sri Utami.
Uang tersebut yang kemudian digunakan untuk menambah DOM.
"Permintaannya (Jero) sekitar 100 sampai 200," kata Didi.
DOM Juga dari Rapat Fiktif
Kepala Biro Umum Kementerian ESDM Arief Indarto juga pernah mengaku diperintahkan Waryono Karno untuk menyediakan anggaran untuk DOM tambahan untuk Jero Wacik.
Akhirnya, Arief menggunakan anggaran operasional untuk pimpinan berupa sidang dan rapat untuk menambah DOM Jero.
Pagu anggaran untuk biaya rapat pendukung operasional pimpinan dalam setahun mencapai Rp 3,368 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam kesaksiannya, Arief mengakui bahwa ada penyalahgunaan APBN karena terpaksa membuat laporan rapat fiktif demi menutupi permintaan Jero per bulan.
Suatu hari, kata Arief, Jero memanggilnya, Waryono, dan Didi ke ruang kerjanya. Saat itu, kata Arief, Jero meminta mereka merobek bukti tanda terima uang tambahan DOM yang selama ini dia minta.