Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri: Pelaku "Hate Speech" Diproses Supaya Tidak Bisa Sewenang-wenang

Kompas.com - 03/11/2015, 06:45 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti menjelaskan bahwa surat edaran terkait penanganan ujaran kebencian atau hate speech ditujukan untuk internal Polri.

Dengan demikian, anggota Polri dapat mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian serta tindakannya.

Surat Edaran (SE) bernomor SE/6/X/2015 itu telah diteken Badrodin pada 8 Oktober 2015 dan telah dikirim ke seluruh Polda hingga Polsek. 

"Agar anggota tahu bentuk-bentuk ujaran kebencian itu kayak apa dan apa yang harus dilakukan oleh anggota Polri, dalam SE tertuang seperti itu," kata Badrodin di Kompleks Akademi Militer (Akmil) Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (2/11/2015) malam.

Sudah berlaku

Badrodin mengemukakan, pembuatan SE tersebut mengacu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku. Dia menyebutkan dalam ketentuan pidana telah memuat tentang ujaran kebencian, antara lain pasal 56, 57, 310, dan 311.

Penanganan ujaran kebencian juga termuat dalam UU ITE.

"Jadi kalau tidak ada surat edaran pun pasal-pasal (penanganan hate speech) itu tetap berlaku dan mengikat," ujar Badrodin.

Masalah terkait hate speech, sebut Badrodin, antara lain provokasi, penghasutan, pencemaran nama baik, penghinaan dan penistaan.

Polisi bisa menindak pelaku hate speech itu jika ada laporan (delik aduan) atau bisa saja memanggil lalu mengecek pihak-pihak yang terindikasi melakukan hal itu.

"Kalau ada yang mengatakan hal-hal yang bersifat provokatif, polisi bisa saja memanggil (pelaku). Dicek alasannya apa, supaya ke depan tidak sewenang-wenang," ucapnya.

Badrodin mencontohkan penindakan terhadap pelaku hate speech adalah saat polisi melakukan razia terhadap ribuan suporter klub sepak bola di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Saat itu polisi lakukan razia supporter di kawasan Pancoran, Kebun Jeruk, itu semua akibat dari hasutan. Makanya kita proses. Bisa saja nanti hate speech ini akan mendiskreditkan kelompok atau agama dan suku tertentu, itu akan kita proses," ujarnya.

Lebih lanjut Badrodin menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang membebaskan rakyat untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.

Akan tetapi Badrodin juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, sehingga ada hal-hal yang dilarang jika melanggar hukum.

"Polisi harus bisa membedakan mana yang kebebasan berbicara dan mana yang masuk pidana," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com