Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Delapan Orang Ditangkap dalam OTT KPK, Dua di Antaranya Dilepas

Kompas.com - 21/10/2015, 17:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi membebaskan dua dari delapan orang dalam operasi tangkap tangan atau OTT oleh petugas di Kelapa Gading dan Bandara Soekarno-Hatta. Mereka adalah sopir perusahaan penyewaan mobil dan ajudan dari Devianto, seorang pengusaha.

"Yang selain tersangka dipulangkan. Selesai dilakukan pemeriksaan, kembali ke tempat masing-masing," ujar pimpinan sementara KPK, Johan Budi, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/10/2015).

Johan mengatakan, penyidik tidak melihat ada bukti yang menguatkan untuk menjerat keduanya sebagai tersangka. Sopir rental dan Devianto ditangkap petugas KPK di sebuah restoran di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Bersama mereka, petugas juga menangkap dua pengusaha bernama Harry dan Setiadi, sekretaris pribadi anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo bernama Rinelda Bandaso, serta Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Papua, Iranius. Di tempat penangkapan, KPK menyita uang sebesar 177.700 dollar Singapura yang dibungkus dalam kemasan makanan ringan.

TRIBUNNEWS / HERUDIN Petugas KPK menunjukkan barang bukti berupa uang 177.700 dollar Singapura hasil operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah orang termasuk anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, di kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (21/10/2015).
KPK juga mengamankan sejumlah dokumen dan telepon genggam di lokasi tersebut. Tidak lama kemudian, sekitar pukul 19.00 WIB, petugas KPK bergerak ke Bandara Soekarno-Hatta dan menangkap Dewie Yasin Limpo beserta staf ahlinya, Bambang Wahyu Hadi.

Setelah itu, kedelapan orang tersebut dibawa ke Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan intensif. Pemeriksaan dan syarat lebih dari dua alat bukti telah mencukupi untuk menentukan Dewie, Bambang, Rinelda, Harry, Setiadi, dan Iranius sebagai tersangka.

Diduga, Iranius, Setiadi, dan Harry menyuap Dewie sebagai anggota DPR agar memasukkan proyek pembangkit listrik tenaga hidro (air) di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, ke dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.

Atas perbuatannya, Iranius, Setiadi, dan Harry dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001. Sementara itu, Dewie, Bambang, dan Rinelda sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com