Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun Memerintah, Jokowi-Kalla Buka Suara soal Gesekan Internal Kabinet

Kompas.com - 19/10/2015, 21:36 WIB


KOMPAS.com
 — Besok, Selasa (20/10/2015), pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla genap berusia satu tahun. Kembali pada satu tahun yang lalu, kita pasti ingat bagaimana pasangan ini diarak menuju ke Istana. Sebuah arak-arakan penuh harapan.

Namun, harapan yang berlimpah itu hingga kini belum mampu dibayar secara sepadan oleh pasangan Jokowi-Kalla.

Kita masih merasakan bagaimana masyarakat yang masih terbelah, juga situasi politik dan ekonomi yang belum sepenuhnya berada dalam genggaman koordinasi Jokowi-JK.

Untuk mengetahui apa yang dirasakan masyarakat umum, pelaku usaha, pimpinan partai, dan juga para politisi umumnya, harian Kompas telah menggelar survei opini publik dan juga wawancara dengan berbagai pihak.

Hasil liputan satu tahun pemerintahan Jokowi-Kalla ini dipublikasikan di harian Kompas mulai Senin (19/10/2015) hingga Rabu (21/10/2015), termasuk juga wawancara khusus dengan dwitunggal Jokowi-Kalla.

Apa sebenarnya yang ada di pikiran Jokowi dan Kalla serta apa yang sebenarnya sedang terjadi di Kabinet Kerja?

Kompas/Heru Sri Kumoro Suasana pengambilan gambar wawancara antara Pemimpin Redaksi harian Kompas Budiman Tanuredjo dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/10).
Untuk keperluan tersebut, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo telah mewawancarai Presiden Joko Widodo, sedangkan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy telah mewawancarai Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Hasil wawancara tersebut akan dimuat di harian Kompas, Selasa besok, dan ditayangkan di Kompas TV secara bertahap mulai Selasa malam.

Kepada Budiman Tanuredjo, Jokowi menjawab berbagai pertanyaan, mulai dari resistensi para pihak terkait perubahan orientasi sektor ekonomi, kebakaran lahan dan hutan, izin konsesi di atas lahan gambut, perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, revisi UU KPK, hingga deregulasi kebijakan ekonomi.

Misalnya, saat Budiman bertanya, mengapa Freeport tak diambil alih saja oleh pemerintah dan apakah kita mempunyai kemampuan, Jokowi menjawab, "Saya mau bicara apa adanya. Freeport ini tambang besar. Perlu keahlian-keahlian khusus. Hal teknis ini sudah kita miliki."

Jokowi juga ditanya soal polemik usulan revisi UU KPK serta upaya pelemahan KPK. Sebenarnya, pemerintah ataukah DPR yang mengusulkan revisi UU KPK? Dengan gamblang, Jokowi menjawab pertanyaan tersebut.

Kalla juga blakblakan soal berbagai hal, mulai dari soal perlambatan ekonomi hingga kegaduhan yang terjadi di internal kabinet. Bukan Kalla jika tak ekspresif menjawab pertanyaan. Kepada Ninuk Mardiana Pambudy, Kalla mengakui soal gesekan-gesekan dan ketidakkompakan di kabinet.

"Ada silang pendapat yang berbeda antara menteri, misal menteri koordinator dengan menteri lain itu terjadi, kadang juga dengan saya, kadang diungkapkan dengan pandangan yang terlalu terbuka," kata Kalla. "Curhat" Kalla ini disampaikan gamblang dan secara lengkap akan dimuat di Kompas cetak, Selasa besok.

Publik yang terbelah

Litbang Kompas telah memublikasikan hasil surveinya di harian Kompas hari ini, Senin (19/10/2015).

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com