Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Dinilai Tidak Tegas Soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 18/10/2015, 17:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, menilai, sikap Presiden Joko Widodo kurang tegas terkait revisi UU KPK.

Di satu sisi, presiden menolak tetapi di sisi lain presiden justru meminta agar pembahasan revisi itu ditunda.

"Agar tidak muncul masalah di kemudian hari, Presiden Jokowi perlu memperjelas sikapnya terhadap isu yang satu ini. Menolak dan menunda sama sekali berbeda makna," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/10/2015).

Ia mengatakan, masuknya revisi UU KPK ke dalam program legislasi nasional merupakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Ketika draf revisi UU tersebut dikirim atas dasar inisiatif pemerintah ke DPR pada Juni 2015, Presiden Jokowi secara tiba-tiba menolak untuk membahasnya.

Saat itu, rencana revisi UU KPK sempat menimbulkan polemik di masyarakat.

"Namun, hingga detik ini tidak ada selembar pun surat pencabutan atau penarikan dilayangkan Istana ke DPR atas draf revisi UU KPK," kata Bambang.

Polemik pembahasan muncul kembali pada awal Oktober 2015. Sebanyak 45 anggota DPR yang berasal dari enam fraksi mengusulkan revisi UU KPK atas inisiatif DPR dan mengajukan draf saat rapat Badan Legislasi.

Namun, menurut Bambang, draf itu sebenarnya berasal dari pemerintah. "Karena itu, pemerintahlah yang seharusnya bisa menjelaskan mengapa ada draf pasal tentang pembatasan umur KPK hanya 12 tahun. Begitu juga dengan pembatasan KPK hanya menyidik kasus korupsi di atas Rp 50 miliar," ujarnya.

Politi Partai Golkar itu terkejut ketika pimpinan DPR dengan mengatasnamakan seluruh anggota dan fraksi membuat kesepakatan dengan Presiden untuk menunda pembahasan.

Sebelumnya tidak ada pembicaraan antara pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi yang ada terkait penundaan itu.

"Bisa saja fraksi-fraksi memutuskan untuk meminta Presiden menarik atau mencabut rancangan revisi UU KPK itu. Dan bukan menunda pembahasan hingga masa persidangan berikutnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com