Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan Setuju UU KPK Direvisi

Kompas.com - 07/10/2015, 21:20 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diperkuat. Namun, di sisi lain, Luhut ingin agar kerja KPK tetap menghormati hak asasi manusia (HAM). Maka dari itu, dia pun mendukung pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Dihentikannya Penyidikan (SPDP).

"Sangat tinggi untuk penguatan KPK. Tapi juga kita, misalnya kayak SP3 tadi itu kan masalah hak asasi manusia," ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (7/10/2015).

Selain itu, Luhut juga berpendapat agar KPK dalam bekerja harus tetap ada yang mengawasi. Hal ini dinilai Luhut diperlukan karena setiap lembaga negara selalu memiliki pengawas.

"Organisasi apa sih di dunia ini yang enggak diawasin, pemerintah saja diaudit," ujar mantan Menteri Perindustrian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Luhut mengaku masih harus melihat isi dari draf revisi yang diajukan fraksi-fraksi dari partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Hebat dan Partai Golkar itu. Dia menyatakan belum mengetahui adanya wacana menjadikan KPK berumur hanya 12 tahun.

Meski demikian, Luhut yakin revisi UU KPK diperlukan dan tidak ditujukan untuk membunuh KPK. "Enggak membunuh, tidak ada maksud membunuh, kita mau bikin KPK lebih efektif lagi saja," katanya.

Adapun enam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB, dan Fraksi Golkar. Di dalam draf itu, terdapat sejumlah kewenangan KPK yang direvisi. Misalnya, KPK tidak lagi berwenang menyidik tindak pidana korupsi yang terkait aparat penegak hukum; KPK dibatasi hanya mengusut tindak korupsi dengan kerugian minimal Rp 50 miliar; KPK juga diberikan hak untuk mengeluarkan Surat Perintah Dihentikannya Penyidikan (SPDP); kewenangan penyadapan harus atas izin Ketua Pengadilan Negeri.

Selain itu, draf revisi menyebutkan masa kerja KPK 12 tahun sejak UU diterbitkan. Sejumlah aktivis menganggap draf itu justru melemahkan fungsi pemberantasan korupsi yang dimiliki KPK saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com