Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puan Minta Nama Soekarno Dibersihkan dari Tuduhan Dukung PKI

Kompas.com - 05/10/2015, 19:28 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Cucu Presiden pertama RI, Puan Maharani, berharap pemerintah menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang dikaitkan dengan Presiden Soekarno. Pernyataan itu dilontarkan Puan untuk menanggapi pendapat pribadi Wakil Sekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah yang meminta pemerintah meminta maaf karena tuduhan pada Soekarno yang dianggap mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Permintaan maaf resmi dari negara saya rasa dengan menyelesaikan semua permasalahan yang saat ini masih mengganjal," kata Puan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/10/2015).

Puan menyatakan, tuduhan mendukung PKI masih belum tuntas meski Soekarno telah diberi gelar pahlawan nasional. Ia merasakan masih ada ganjalan terkait masalah ini khususnya untuk keluarga dan para pengikut Soekarno.

"Belum semua selesai yang berkaitan dengan Bung Karno. masih ada TAP-TAP (Ketetapan MPR/S) yang sampai saat ini masih mengganjal," ujarnya.

Secara terpisah, Basarah mengatakan bahwa Soekarno adalah korban peristiwa G30S/PKI. Ia menganggap Soekarno kehilangan kekuasaan karena tuduhan mendukung PKI dan terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967.

Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, kata Basarah, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diberikan tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil guna membuktikan dugaan pengkhianatan Presiden Soekarno.

"Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Soekarno wafat tanggal 21 Juni 1970," kata Basarah, melalui pernyataan tertulis.

Ketua Fraksi PDI-P di MPR itu menegaskan, dengan terbitnya TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, maka TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 juga memberikan anugerah kepada Soekarno sebagai pahlawan nasional.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, kata Basarah, syarat pemberian gelar pahlawan nasional adalah dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukaan pengkhianatan terhadap negara.

"Seharusnya pemerintah Republik Indonesia menindaklanjuti dengan permohonan maaf kepada keluarga Bung Karno dan merehabilitasi nama baik Bung Karno," ujarnya.

Basarah beranggapan, permintaan maaf pemerintah karena menuduh Soekarno mendukung PKI lebih memiliki dasar hukum ketimbang rencana permintaan maaf terhadap korban pelanggaran berat HAM tahun 1965. Meski di sisi lain Basarah beranggapan bahwa negara tidak dapat menghukum secara politik maupun perdata terhadap keturunan aktivis PKI yang tidak tahu dan tidak terlibat dalam peristiwa pemberontakan PKI.

"Permohonan maaf yang harusnya dilakukan pemerintah adalah kepada Bung Karno dan keluarganya. Sementara wacana tentang permohonan maaf kepada PKI belum memiliki dasar hukum karena TAP MPRS Nomor XXV/1966 masih dinyatakan berlaku," pungkas Basarah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com