Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pembuatan UU di Indonesia Buka Peluang Barter antara Pemerintah-DPR

Kompas.com - 30/09/2015, 05:17 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem pembuatan undang-undang di Indonesia dinilai membuka kesempatan adanya barter antara pemerintah dengan legislatif. Adanya keterlibatan pemerintah dalam menyusun draf undang-undang dinilai berimplikasi terhadap tawar menawar dengan legislatif.

"Sering kali saya mendengar adanya undang-undang yang dibarter. Misalnya undang-undang yang diusulkan pemerintah, (pemerintah bilang) 'Anda (DPR) tanda tangan saja, nanti RUU versi DPR kita tandatangani saja," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada Zainal Arifin Mochtar dalam sebuah diskusi di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Menurut Zainal, negara-negara yang menganut sistem presidensial cenderung tidak melibatkan presiden dalam pembahasan atau pun persetujuan terhadap rancangan suatu undang-undang. Praktek penyusunan undang-undang yang melibatkan seorang presiden, menurut dia, hanya dikenal pada sistem pemerintahan parlementer.

Sementara itu, pada umumnya sistem presidensial mengamanatkan penyusunan undang-undang sebagai kewenangan legislator kamar pertama dan kamar kedua, yakni kewenangan DPR dan DPD.

"Lainnya lagi, lucu loh, presiden membahas dan menyetujui bersama DPR undang-undang tetapi dia boleh tidak menandatangani. Tetapi kalau tidak ditandatangani, 30 hari kemudian RUU (yang telah disetujui) bisa berubah menjadi undang-undang dengan sendirinya, enggak logis kan? Dari sistem pembuatan undang-undang memang membuka kesempatan tarik menarik," tutur Zainal.

Atas dasar itu, Zainal menilai perlu mendudukkan kembali sistem penyusunan undang-undang ke depannya. Ia lantas mencontohkan sistem pembuatan undang-undang di Amerika Serikat. Presiden hanya memiliki hak veto untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas undang-undang yang disusun parlemen. Kemudian parlemen bisa memveto balik keputusan presiden tersebut dengan ketentuan disetujui dua per tiga anggota parlemen.

"Presiden tidak usah ikut membahas, presiden ujungnya veto. Jadi sistemnya adalah check and balances di dalam parlemen. Makanya yang harusnya bahas adalah DPR dan DPD, jadi DPD sebagai pengimbangnya. Negara-negara yang sudah kuat sistem dua kamarnya bahkan menghilangkan judicial review dengan asumsi DPD dan DPR bukan sama-sama bejat," tutur Zainal.

Di samping itu, Zainal menyampaikan bahwa sistem pemerintahan yang terbentuk pada era reformasi telah membengkakkan kewenangan parlemen. Pembangunan sistem terlanjur didasarkan pada kebencian terhadap pemerintahan orde baru yang otorider sehingga pendulum kekuasaan bergeser signifikan dari eksekutif ke arah legislatif.

"Begitu Soeharto jatuh, pendulum kekuasaan diambil dari eksekutif ke parlemen sehingga terjadi pembengkakan kewenangan parlemen," ucap Zainal.

Salah satu contoh pembengkakkan kewenangan parlemen adalah aturan yang memperbolehkan DPR membahas anggaran hingga satuan tiga. Dengan aturan ini, kata Zainal, anggota DPR cenderung bisa mengatur pelaksanaan proyek, termasuk perusahaan yang memenangkan proyek.

Aturan ini pun membuka celah kongkalikong antara pengusaha dengan anggota DPR. Untungnya, aturan ini telah dianulir putusan Mahkamah Konstitusi sehingga DPR tidak lagi membahas anggaran hingga satuan tiga. Namun, lanjut Zainal, putusan MK ini tidak menyelesaikan persoalan selama tidak adanya aturan lanjutan atas putusan tersebut.

"Bahayanya tidak ada aturan lanjutan atas putusan ini, dipindahkan ke kementerian (kewenangannya). Bahaya juga kalau kemudian kementerian tanpa kontrol," ucap dia.

Minim aturan non-konflik kepentingan

Zainal juga menyampaikan bahwa aturan yang dibangun di Indonesia cenderung belum memperhatikan ada tidaknya konflik kepentingan. Ia mencontohkan bagaimana DPR punya kewenangan terkait penganggaran, sehingga mereka bisa memperjuangkan kenaikan gajinya sendiri. Kondisi ini berbeda dengan di negara maju. Zainal mencontohkan aturan di Amerika Serikat terkait kenaikan gaji anggota senat.

Menurut dia, kenaikan gaji anggota senat hanya bisa berlaku bagi anggota senat periode berikutnya setelah kenaikan gaji itu diputuskan. Aturan ini dibuat agar anggota senat tidak memperjuangkan kenaikan gaji untuk kepentingannya sendiri.

"Kalau 2006 diputuskan naik gaji, maka keputusan kenaikan gaji itu ditunda hingga 2009, supaya orang tidak menaikkan gaji karena kepentingan diri sendiri. Itu cara menutup conflict of interest, di kita belum ada seperti itu," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Nasional
Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Nasional
PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

Nasional
Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com