Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apindo: Sepanjang September Terjadi 27.000 PHK

Kompas.com - 29/09/2015, 15:38 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa sepanjang September 2015 telah terjadi 27.000 pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu terjadi lantaran berbagai hal, di antaranya karena pelemahan rupiah terhadap dollar AS dan pelambatan ekonomi nasional.

Hariyadi menjelaskan, berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tercatat lebih dari 724.000 pegawai yang mencairkan dana jaminan hari tua (JHT) sepanjang Januari-September 2015.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 210.000 pegawai di antaranya mencairkan JHT di bulan September 2015.

"Di 1-28 September itu tercatat 210.000 lebih pekerja kita yang mencairkan jaminan hari tua. Dari 210.000 itu ada 27.000 yang dikategorikan PHK," kata Hariyadi, seusai menemui Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Hariyadi mengungkapkan, 27.000 pegawai itu kemungkinan besar di-PHK karena perusahaan tempatnya bekerja sudah tidak beroperasi. Sedangkan jumlah lainnya dianggap mencairkan JHT karena mengundurkan diri.

Ia mengungkapkan, Apindo menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan karena dinilai lebih valid. Meski di sisi lain Apindo menyadari kemungkinan angka PHK melebihi catatan milik BPJS Ketenagakerjaan tersebut.

"Kalau orang sudah mencairkan jaminan hari tua secara penuh, dia kategorinya sudah tidak bekerja. Sinyal yang rawan juga dengan pembayaran klaim, rentetannya banyak, bukan hanya PHK, tapi juga perbankan," kata Hariyadi.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya mengatakan, isu PHK akibat pelambatan perekonomian dan pelemahan rupiah terhadap dollar AS terlalu dibesar-besarkan. Hal itu untuk menyudutkan serikat pekerja dan buruh. (baca: KSPI: Isu PHK Dibesar-besarkan untuk Sudutkan Buruh)

"Menurut laporan dari afiliasi KSPI, PHK yang terjadi tidak seperti yang diberitakan. PHK yang terjadi karena pelambatan ekonomi dan pelemahan rupiah bukan karena buruh menuntut kenaikan upah," kata Said Iqbal di Jakarta, Senin (28/9/2015), seperti dikutip Antara.

Iqbal mengatakan, ada tiga kategori PHK yang terjadi, yaitu perusahaan tutup total sehingga semua pekerja harus terkena PHK, perusahaan melakukan rasionalisasi sehingga mengurangi jumlah pekerja, dan adanya pekerja yang berpotensi terkena PHK.

"Yang terbanyak adalah pekerja yang berpotensi di-PHK, jadi belum di-PHK. Kalau pemerintah menerapkan kebijakan upah murah, itu sama saja mematikan mereka," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com