JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan mengabulkan permintaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, yang menolak menjadi saksi. Akil sedianya bersaksi dalam sidang perkara suap penyelesaian sengketa Pilkada Bupati Morotai di MK dengan tersangka Bupati Morotai, Rusli Sibua.
"Berdasarkan musyawarah majelis, untuk jadi saksi kita tangguhkan sampai perkembangan berikutnya," ujar Hakim Supriyono, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Hakim menghargai alasan Akil yang menolak sebagai saksi dalam perkara ini. Akil sebelumnya beralasan dia pernah diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus yang juga melibatkan Rusli, sehingga tidak perlu bersaksi lagi.
Selain itu, Akil juga protes kepada KPK karena rekening miliknya, istrinya, dan anaknya yang tidak berkaitan dengan perkara korupsi masih diblokir.
TRIBUNNEWS / HERUDIN Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar (kanan), hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk persidangan terdakwa Bupati nonaktif Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua, Senin (21/9/2015).
"Alasan penuntut umum tadi akan verifikasi pada atasannya (soal rekening) kita hargai semua ini. Kita tangguhkan dulu pemeriksaannya," kata hakim.
Jaksa penuntut umum KPK meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor tetap memeriksa Akil sebagai saksi meski pernah diperiksa sebagai terdakwa. Jaksa berjanji akan menyampaikan ke pimpinan KPK mengenai permintaan Akil soal rekeningnya. Namun, Akil tetap bersikeras menolak diperiksa.
"Terserah apa yang akan terjadi pada saya, saya tetap menolak untuk memberikan saksi. Silakan dibaca saja BAP saya," kata Akil.
Rusli didakwa menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 2,989 miliar. Sejumlah uang diberikan kepada Akil untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara.
TRIBUNNEWS / HERUDIN Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk persidangan terdakwa Bupati nonaktif Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua, Senin (21/9/2015).
Atas perbuatannya, Rusli dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.